JAKARTA, KOMPAS.TV - Menko Polhukam Mahfud MD meminta kepada kepala daerah yang menggelar Operasi Yustisi untuk menggunakan Undang-Undang (UU) Wabah Penyakit Menular. Undang-undang ini sebagai dasar hukum untuk menindak para pelanggar.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud MD yang hadir dalam rapat koordinasi kepala daerah dalam penanganan Covid-19 yang dipimpin oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Mahfud MD mengingatkan Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Bupati (Perbub) atau Peraturan Wali Kota (Perwali) tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk menindak para pelanggar protokol kesehatan.
“Operasi Yustisi itu kaitannya dengan penegakan hukum pidana. Sementara menurut undang-undang, Pergub atau Perbub atau Perwali tidak boleh memuat sanksi pidana,” jelas dia, Selasa (15/9/2020).
Baca Juga: PSBB Jakarta Diperketat, Begini Situasi Operasi Yustisi oleh Anggota TNI dan Polri
Jika Pergub/Perbub/Perwali ingin digunakan, Mahfud menyarankan kepala daerah mengubahnya menjadi Peraturan Daerah (Perda) ke DPRD masing-masing.
Namun Mahfud MD memberi jalan lain.
“Seumpama polisi mau melakukan hukuman pidana itu di luar Pergub masih memungkinkan. Misalnya pakai UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular,” saran dia.
Dengan memakai UU tersebut, imbuh Menko Polhukam, polisi dapat menuntut pelanggar dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.
Operasi Yustisi Digelar untuk Tegakkan Protokol Kesehatan
Operasi Yustisi tidak hanya dilengkapi aparat keamanan dari TNI dan Polri saja, namun juga kejaksaan. Sehingga jika ada masyarakat atau pihak yang melawan, akan dikenakan pidana.
Hal ini diungkap oleh Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Asri Agung Putra dalam konferensi pers di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta, Minggu (13/9/2020).
"Apabila kebijakan-kebijakan yang diambil atau perintah-perintah pejabat yang berwenang dilanggar atau dilawan maka akan kita kenakan sanksi pidana," kata Asri.
Pengenaan sanksi pidana akan dilakukan kejaksaan dengan cepat. "Kalau perlu nanti sidang di tempat dengan melibatkan pengadilan," katanya.
Asri memberi contoh aksi yang melawan penegakan protokol kesehatan, yakni upaya pengambilan paksa jenazah Covid-19.
Baca Juga: Operasi Yustisi untuk Tegakkan Kedisiplinan Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan
Adapun dasar hukum yang akan dikenakan kepada para pelanggar yang tidak bekerja sama dalam Operasi Yustisi Penenegakan Protokol Kesehatan ini, kata Asri, terdapat beberapa.
Yakni, UU Wabah Penyakit Menular, UU Kekarantinaan Wilayah, hingga KUHP.
Namun begitu, Asri mengatakan, langkah pidana tidak akan diambil jika langkah persuasif cukup efektif. Sehingga pelanggar hanya dikenakan sanksi administratif saja, sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penegakan Hukum Protokol Kesehatan.
Menurut Asri pelibatan aparat penegak hukum dalam PSBB yang akan berlangsung dua minggu ke depan ini berdasarkan prinsip PSBB harus bisa berjalan secara efektif.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.