Penulis: Roy Ilman
KOMPAS.TV - Perlu bertahun-tahun lamanya bagi alam untuk dapat mengurai sampahnya sendiri yang setiap hari diciptakan manusia.
Selama masih ada manusia, kebutuhan akan lahan tempat akhir pembuangan sampah (TPA) akan terus mendesak dan sesak, jika tidak ditangani dengan baik.
Manusia ikut andil menumbuhkan kesadaran bahwa sampah adalah alasan dari serangkaian kerusakan, kesemerawutan, pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, hingga menyebabkan kematian, di berbagai kasus pengolahan sampah.
Baca Juga: Unesa Buat Robot Kece Bantu Tenaga Medis Tangani Pasien Covid-19
Secara terang-terangan atau mungkin sembunyi-sembunyi, sejumlah negara “membuang” sampah ke negara lain dengan alih “barang dagang ekspor”.
Setidaknya, pada 1980-an Dr. Rosukan Poompanvong, pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailland, mengembangkan cara yang disebut dengan Eco-Enzyme.
Singkatnya, Eco-Enzyme adalah cara untuk mengubah sampah organik, sampah rumah tangga, menjadi larutan yang begitu banyak manfaatnya.
Sebanyak 70% sampah yang terbuang di TPA adalah sampah organik. Sampah organik di TPA menimbulkan bau tidak sedap di lingkungan serta memberi risiko terjadinya ledakan TPA.
Pembusukan sampah organik juga menghasilkan gas metana yang menjadi salah satu untuk efek rumah kaca.
Kemudian, pengetahuan dan cara aplikasi Eco-Enzyme sendiri lebih luas diperkenalkan oleh Dr. Joean Oon. Ia seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia.
Baca Juga: Inovatif! Hand Sanitizer dan Disinfektan dari Sampah Organik
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.