JAKARTA, KOMPAS.TV - Bagaimana munculnya tradisi ziarah kubur di hari Lebaran? Guru Besar pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, sekaligus eks Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, Nur Syam, di website pribadinya nursyam.uinsby.ac.id menjelaskan, tradisi ziarah kubur di masyarakat muslim Indonesia sebenarnya telah terjadi ketika Islam mulai berkembang di Nusantara.
"Walisongo adalah orang yang pertama mengembangkan tradisi nyekar atau ziarah kubur di Nusantara," tulis Nur Syam.
Sebenarnya, kata dia, tradisi nyekar sudah ada dari zaman kerajaan Hindu atau Buddha, tetapi kemudian memperoleh sentuhan baru yang bersesuaian dengan ajaran Islam.
Menurut dia, dalam Islam sendiri ziarah kubur semula dilarang oleh Nabi Muhammad SAW, ketika akidah umat Islam belum kuat karena takut merusak akidah mereka.
Kenapa bisa merusak? Ini karena tradisi ziarah kubur pada masa pra-Islam ditandai dengan adanya permohonan kepada arwah orang yang meninggal.
Hal itu tentu sama dengan penyembahan terhadap arwah leluhur yang pada masa itu banyak dijumpai di berbagai belahan dunia.
"Namun karena semakin kuatnya akidah umat Islam, maka Nabi Muhammad SAW kemudian membolehkan umatnya untuk ziarah kubur," ujar Nur Syam.
Maka, kata dia, ketika Islam masuk ke wilayah yang memiliki kesamaan tradisi ziarah kubur, posisinya saling mengisi.
Lalu apa relasi ziarah makam, puasa dan Hari Raya Lebaran?
Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan, relasi ziarah dengan puasa dan Lebaran adalah sebagai prosesi mengingat kematian atau dzikr al maut.
Itu berkaitan karena puasa sendiri, menurut dia, adalah sarana untuk tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa, sementara Idul Fitri merupakan momentum saling memohon ampunan kepada sesama. Maka, ziarah adalah prosesi mengingat dzikr al maut.
Baca Juga: Jelang Lebaran Aktivitas Pelabuhan Rakyat Sorong Terpantau Normal
"Dengan demikian, ketika orang sudah melakukan ritual puasa, ritual ampunan sesama manusia maka dilakukan ritual menziarahi kubur para ahli kuburnya, sehingga lengkaplah sudah tindakan kerohanian, keduniawian dan relasi di antara keduanya," kata Nur Syam.
Bila ziarah kubur di hari kemenangan mengandung makna tindakan eskatologis, mau ke mana akhirnya manusia itu. Atau bahasa sederhananya adalah sebagai momentum mengingat akhir kehidupan manusia.
"Jadi betapapun seseorang memiliki kekayaan, relasi sosial, jabatan dan kekuasaan, serta kekayaan rohani yang luar biasa ketika di dunia. Namun yang jelas ke lubang kubur itu akhirnya," kata dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.