JAKARTA, KOMPAS.TV - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker di tengah ancaman polusi udara yang ada di DKI Jakarta.
Masker berfungsi sebagai penyaring udara. Pasalnya, udara yang buruk dikhawatirkan mengandung patogen, penyebab infeksi dan penyakit.
“Tentu masker menjadi penting ya karena bagaimanapun di antara polutan ya yang ada di antara udara itulah yang akan membawa banyak patogen,” kata Dicky kepada KompasTV, Sabtu (19/8/2023).
Baca Juga: Minggu Pagi, Kualitas Udara Jakarta jadi yang Terburuk Sedunia, Paling berpolusi
“Bukan hanya polutan itu sendiri tapi ya virus, ya bakteri, yang bisa merugikan kita,” sambungnya.
Selain itu, Dicky juga menganjurkan masyarakat untuk memperbanyak minum air putih dan mengurangi aktivitas di luar ruangan ketika kualitas udara sedang buruk agar kekebalan tubuh bisa terjaga.
Masyarakat bisa memeriksa laporan dari situs pemantau udara untuk mengetahui indeks kualitas udara di sekitar tempat tinggal atau kantor.
“Jadi kenakan masker, banyak minum, dan minimal tentu kita juga harus mengusahakan membatasi aktivitas di luar ketika kualitas udara memang buruk,” pungkasnya.
“Makan yang cukup dengan gizi seimbang dan contoh dengan cukup minum air putih ini yang juga sangat penting dilakukan untuk meningkatkan juga imunitas.”
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Sebut Cucunya Terkena ISPA akibat Kualitas Udara Jakarta yang Buruk
Sebagai informasi, menurut laporan dari situs pemantau udara, IQAir, kualitas udara di DKI Jakarta pada Minggu (20/8) pukul 09.09 WIB berada di angka 155 dan masuk kategori tidak sehat.
Angka ini membuat Jakarta menjadi kota paling berpolusi sedunia karena kualitas udaranya menjadi yang terburuk.
Pada peringkat kedua, ada Doha, Qatar dengan indeks udara 154 dan urutan ketiga, Beijing China dengan indeks kualitas udara 151.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.