Oleh: Andi Dewanto, Jurnalis Kompas TV
KOMPAS.TV - Cukup mengejutkan publik peristiwa pemagaran laut dengan bambu di wilayah Tangerang, Banten.
Pagar bambu di laut Tangerang itu membentang sepanjang 30,16 kilometer. Hampir sama dengan jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) memiliki panjang 30,57 kilometer, bagian dari lingkar Pekanbaru.
Baca Juga: WALHI sebut Pagar Laut Misterius Tangerang Rugikan Nelayan dan Rusak Lingkungan
Tak berselang lama, muncul persoalan serupa di pesisir pantai Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar). Tepatnya di Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya.
Di sana terbentang pula pagar bambu di laut sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70meter, seperti di perairan Kabupaten Tangerang itu.
Secara garis besar, kedua kasus tersebut melibatkan pembangunan struktur fisik di sepanjang garis pantai yang membatasi akses publik.
Bayangkan, peristiwa ini terjadi sangat dekat dengan Jakarta, tempat semua petinggi negara berkantor.
Atas fenomena tersebut sudah seharusnya kita semua tertampar dengan tindakan semena-mena di wilayah hukum laut Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, belum pernah menerbitkan ijin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk pagar bambu di laut itu.
Pembangunan struktur fisik di laut Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi itu tanpa izin, dan melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, terutama Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Bahkan, tindakan ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat, khususnya nelayan.
Struktur fisik itu dapat pula merusak ekosistem laut, mengganggu arus laut, dan mengancam habitat biota laut.
Selain itu, pagar laut juga dapat menyebabkan sedimentasi yang berlebihan dan mengurangi kualitas air laut. Termasuk ketahanan pangan masyarakat pesisir sudah pasti terganggu juga.
Kejadian ini mengungkap kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum di sektor kelautan.
Pertanyaannya, bagaimana bisa sebuah struktur fisik sepanjang itu dibangun tanpa terdeteksi oleh pihak berwenang?
Kejadian ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang perlu segera diperbaiki.
Dalam kasus itu, pemerintah harus tegas dan konsisten menegakkan hukum. Pelaku harus diberikan sanksi yang setimpal agar menjadi efek jera.
Baca Juga: WALHI sebut Pihak di Balik Pagar Laut Misterius Tangerang adalah Perusahaan Ini
Pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan dan pengambilan keputusan terkait pengelolaan wilayah pesisir.
Sebab, masyarakat pesisir memiliki pengetahuan lokal yang sangat berharga dalam memahami kondisi lingkungan dan dampak dari suatu pembangunan.
Tanpa terkecuali, pemerintah pun harus berpihak kepada kepentingan masyarakat, khususnya nelayan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.