Oleh: Sidiq Permana
JAKARTA, KOMPAS.TV - Apa yang Anda cari saat membuka mata di pagi hari? Tak sedikit orang yang menjawab handphone. Tak heran. Dengan ratusan aplikasi populer, mulai dari e-commerce, finance, media sosial, hingga ride hailing, handphone memang sulit dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari.
Bak sulap, hanya beberapa kali ‘klik’ semua kebutuhan Anda bisa dipenuhi tanpa harus berpindah tempat. Tak hanya memudahkan, keberadaan aplikasi ini memberikan efek ganda bagi pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung dan tidak langsung.
Bisa kita bayangkan, berapa banyak keluarga yang dinafkahi dari satu aplikasi e-commerce yang menampung ratusan ribu UMKM lokal. Atau, aplikasi ride hailing yang bisa membantu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
Semua perputaran uang di ekosistem ekonomi digital ini telah mempengaruhi PDB nasional. Berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia pada 2022 tumbuh sebesar 5,31 persen, dengan PDB yang telah mencapai Rp19.588,4 triliun. Capaian ini telah melampaui capaian pada 2021 yang tumbuh sebesar 3,7 persen.
Dari sisi ekonomi digital pun, laporan terbaru SEA eConomy 2022 yang dikeluarkan oleh Temasek, Google, Bain & Company menyebutkan nilai ekonomi digital Indonesia meroket 22 persen year-on-year dari US$63 miliar pada 2021 menjadi US$77 miliar pada 2022 dan diprediksi akan menembus US$130 miliar pada 2025.
Lonjakan tersebut tidak terjadi dalam satu malam saja, melainkan proses yang berkesinambungan sejak awal ekosistem digital ini terbuka dan mampu mengakselerasi ekonomi digital dan digitalisasi di setiap aspek kehidupan masyarakat.
Akses terhadap ponsel pintar dan penggunaan internet menjadi salah satu katalis positif terhadap digitalisasi. Internet telah membantu masyarakat di kota besar hingga pedesaan di pelosok Indonesia untuk memenuhi informasi dan kebutuhannya.
Berdasarkan Datareportal, penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 77 persen atau setara dengan 212,3 juta orang pada 2023. Angka ini naik dari 73,7 persen atau 204,7 juta orang pada 2022.
Penetrasi internet ini pun tumbuh sejalan dengan pertumbuhan pengguna smartphone di Indonesia yang mencapai 192,1 juta orang di 2022. Artinya, lebih dari 80 persen pengguna mengakses internet melalui ponsel pintar.
Sementara itu, dari sisi perangkat, Android menjadi pemain utama yang membantu konektivitas dan aksesibilitas internet di Indonesia. Sejak Android diluncurkan pada 2007, hampir 1300 merek berbeda telah menciptakan lebih dari 24.000 perangkat Android yang berbeda.
Android adalah sistem operasi seluler paling populer di dunia dengan lebih dari 3 miliar perangkat Android aktif. Kemudahan tersebut membuat para pembuat perangkat bisa menurunkan biaya handphone, sehingga akses masyarakat terhadap ponsel pintar semakin mudah.
Jika dilihat, pada 2023 ini smartphone berbasis Android bisa dibeli mulai dari Rp900 ribu. Akses yang terbilang terjangkau ini bisa mengundang lebih banyak konsumen memasuki ekonomi digital melalui ponsel murah.
Hal tersebut menjadikan Android sebagai satu-satunya ekosistem terbuka yang berdampak besar pada ekonomi digital di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, ada satu peran penting yang tak bisa terlewat, yakni developer atau pengembang.
Pengembang adalah pemain utama untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem digital. Mengapa? Sistem operasi tak akan berkembang tanpa peran para pengembang. Barisan kode yang mereka tulis berkontribusi langsung pada ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sayangnya, tidak mudah menghadirkan pengembang di Tanah Air. Jika dibandingkan, kebutuhan dan dan jumlah pengembang yang tersedia di Tanah Air masih belum seimbang. Industri teknologi masih kesulitan memenuhi para pengembang sesuai dengan kebutuhan.
Ada kesenjangan besar antara kebutuhan industri dan ketersediaan lulusan yang sudah siap dari dunia akademik. Kesenjangan ini seolah menjadi kisah tak berujung yang tak mampu diselesaikan tanpa keterlibatan pemangku kepentingan.
Lantas, apa yang perlu dilakukan mengatasi kesenjangan ini? Setelah terjun lebih dari satu dekade di dunia pengembang, saya melihat ada tiga poin utama yang bisa memberikan jalan keluar dari kesenjangan ini.
Pertama, keterbukaan sistem operasi Android. Keterbukaan ini memberikan para pengembang kebebasan berkreasi dan eksperimen dalam memilih alat mana yang tepat digunakan untuk mengembangkan aplikasi mereka.
Dengan Android, kemampuan para pengembang untuk mengembangkan aplikasi mereka yang menggunakan Windows, Mac, atau Linux tak terbatas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.