Gagasan menghidupkan kembali PAM Swakarsa, memicu kontroversi.
Memori publik terbawa pada trauma masa lalu ketika terjadi konflik horisontal antara mahasiswa dan PAM Swakarsa.
Gerakan mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur.
Sedangkan PAM Swakarsa yang pembentukannya melibatkan elit orde baru, ingin melanggengkan orde baru.
Bentrok antar sesama sipil terjadi, sebuah sejarah hitam.
Memori kolektif PAM Swakarsa adalah memori kekerasan.
Memori kolektif dan pengalaman traumatis orde baru itulah yang membuat isu PAM Swakarsa sangat sensitif.
Ketika Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mewacanakan menghidupkan kembali PAM Swakarsa, suara penolakan keras disampaikan.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Kapolri Sigit mewacanakan menghidupkan kembali PAM Swakarsa untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Mabes Polri dan istana berdalih, PAM Swakarsa yang akan dihidupkan berbeda dengan dulu saat era orde baru.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mengingatkan, tidak ada kalimat di UU Polri yang memberikan wewenang kepada polisi membentuk PAM Swakarsa.
Artinya, pembentukan PAM Swakarsa hanya bisa terjadi apabila ada kemauan dari masyarakat.
Gagasan membentuk PAM Swakarsa telah memicu kerusahan publik.
Di tengah situasi seperti sekarang, tak perlu buru-buru membangun PAM Swakarsa, karena sentimen soal PAM Swakarsa masih negatif.
Diksi PAM Swakarsa bisa diganti dengan istilah lain, agar tidak membangkitkan trauma kolektif publik soal kekerasan.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tentunya akan mempertimbangkan sentimen negatif publik soal PAM Swakarsa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.