JAKARTA, KOMPAS.TV - Protes publik atas UU Kontroversial Omnibus Law bisa dipastikan akan bermuara di Mahkamah Konstitusi.
Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR akur menyebutkan kelompok yang tidak puas silakan bawa ke MK.
Saat revisi UU KPK ditolak publik, Pemerintah dan DPR pun menganjurkan agar ketidakpuasan publik dibawa ke mahkamah konstitusi.
Argumen itu bisa saja dimaknai sebagai kanalisasi demokrasi.
MK berwenang menguji materi UU terhadap konstitusi, membubarkan partai politik, menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara, menyelesaikan senegketa pemilu dan menguji putusan DPR atas impeacment terhadap Presiden.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja tampaknya akan menjadi ujian independensi bagi MK.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah mimpi besar Presiden Jokowi untuk mengairkan investasi karena berbelitnya birokrasi perizinan.
Namun, dalam praktik legislasi boleh jadi RUU Omnibus Law kedodoran. Draf yang beredar pun banyak versi sehingga memicu kecurigaaan dan protes pun muncul di sejumlah tempat.
Bagi kelompok kritis, gugatan ke MK akan dipandang sia-sia karena MK diangggap telah “dikondisikan” oleh DPR dan Pemerintah.
Terlepas dari realitas dan kecurigaan itu, MK adalah jalan konstitusional yang tersedia.
Dalam sejarahnya, MK pernah membatalkan seluruh isi UU 27/2004 tentang UU komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Ketua MK Jimly Asshidiqie dalam sidang 24 oktober 2006 membatalkan secara keseluruhan UU KKR. UU KKR yang dibuat di era Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyelesaikan pelanggaran ham masa lalu dibatalkan MK.
MK juga pernah membatalkan Perpu UU MK yang diterbitkan Susilo Bambang Yudhoyono dan sudah disetujui DPR.
MK di era ketua MK Mahfud MD pernah begitu progresif merespon dinamika di masyarakat soal kasus cicak buaya. MK memerintahkan KPK menyerahkan rekaman hasil sadapan dan memutarnya di MK sehingga terbongkarlah praktik mafia.
Perdebatan di MK bisa saja mempersoalkan uji formil menyangkut proses RUU Omnisbus Law Cipta Kerja.
Meski dalam sejarahnya, MK sangat jarang memutuskan soal uji formil. Tapi apapun sebagai konstribusi dalam perkembangan hukum koinstitusi uji formil terhadap UU Omnisbus Law Cipta Kerja tetap perlu dilakukan yang harus disiapkan justru delik dan konstruksi hukum.
Perdebatan kedua menyangkut soal uji materi. Uji materi terhadap sebuah pasal harus dikonstruksikan dengan pasal acuannya di konstitus. Misalnya pasal soal pengurangan pesangon bertentangan dengan bagian mana di konstitusi jadi dalil konstitusionalistas itu jadi sangat penting.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.