KOMPAS.TV - Keuangan Arab Saudi tengah bergejolak di tengah anjloknya harga minyak dan wabah virus corona (Covid-19).
Kondisi tersebut membuat Arab Saudi resmi merilis surat utang alias obligasi Eurobond.
Sejumlah negara di kawasan Timur Tengah sebelumnya juga telah terlebih dahulu menerbitkan surat utang.
Baca Juga: Virus Corona Mewabah, Kemenag Persiapkan Layanan Haji 2020 di Indonesia dan Arab Saudi
"(Arab Saudi) tidak punya pilihan lain kecuali meminjam dari pasar obligasi. Imbas harga minyak yang rendah dan sebentar lagi produksi juga lebih rendah, serta paket dukungan ekonomi yang diterapkan, defisit, dan kewajiban pembiayaan pemerintah melonjak," kata Richard Segal, analis senior di Manulife Investment di London seperti dikutip dari Al Jazeera via Kompas.com, Kamis (16/4/2020).
Obligasi tersebut diluncurkan pada Rabu (15/4/2020) waktu setempat. Nilai pemesanan telah menembus lebih dari 42 miliar dollar AS atau setara sekira Rp 660,4 triliun (kurs Rp 15.725 per dollar AS).
Arab Saudi menawarkan obligasi dollar AS tiga bagian dengan tenor masing-masing 5,5 tahun; 10,5 tahun; dan 40 tahun.
Bertindak sebagai pengelola penjualan obligasi tersebut adalah Citigroup Inc, Goldman Sachs Group Inc, dan HSBC Holdings Plc.
Sebelumnya, Qatar dan Abud Dhabi juga telah menerbitkan obligasi global dengan perolehan dana sekitar 17 miliar dollar AS atau setara sekira Rp 267,3 triliun.
Kemudian, Israel pun pada awal bulan ini menerbitkan obligasi dengan perolehan dana 5 miliar dollar AS atau setara sekira Rp 78,5 triliun.
Baca Juga: Pilihan Investasi di Surat Utang Negara, Seberapa Menguntungkan?
Ekonomi Arab Saudi tertekan setelah harga acuan minyak mentah Brent anjlok sekitar 50 persen pada tahun ini ke level di bawah 30 dollar AS per barrel.
Meski Arab Saudi memiliki rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang relatif rendah, namun negara itu butuh harga minyak mencapai hampir 80 dollar AS per barrel untuk menyeimbangkan APBN-nya.
Moody's Investors Service memprediksi defisit anggaran Arab Saudi akan melebar lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi hampir 10 persen dari PDB.
Arab Saudi pun memiliki bantalan risiko yang lebih kecil ketimbang ketika harga minyak anjlok pada pertengahan 2014 silam.
Ini terlihat dari anjloknya cadangan devisa negeri kaya minyak tersebut dari 730 miliar dollar AS menjadi kurang dari 500 miliar dollar AS.
Baca Juga: Erick Thohir Sedih, Negara Sebesar Indonesia 90 Persen Bahan Baku Obat Masih Impor
Pemerintah Arab Saudi pun bakal menaikkan rasio utang dari 30 persen menjadi 50 persen dari PDB.
Selain itu, pemerintah juga menyatakan bisa berutang hingga 26,6 miliar dollar AS atau setara sekira Rp 417,9 triliun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.