SEOUL, KOMPAS.TV — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengungkapkan kapal perusak baru yang diklaimnya sebagai bagian dari upaya negara tersebut untuk memperluas jangkauan operasional serta kemampuan serangan preemptif militer nuklir. Peluncuran kapal perang tersebut dilakukan pada Jumat (25/4/2025) di pelabuhan barat Nampo, Korea Utara.
Kapal yang berbobot 5.000 ton itu disebut sebagai kapal pertama dari kelas baru kapal perang yang dilengkapi dengan berbagai sistem senjata canggih.
Menurut media pemerintah Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), kapal perusak ini dirancang untuk menangani berbagai jenis senjata, mulai dari senjata anti-udara, anti-kapal, hingga rudal balistik dan jelajah yang berkemampuan nuklir.
Baca Juga: Korea Utara Diyakini Lanjutkan Program Senjata Biologis Rahasia, Diperkuat Sistem yang Tak Biasa
Kapal tersebut rencananya akan diserahkan kepada angkatan laut Korea Utara pada awal tahun depan dan mulai bertugas aktif.
Dalam pidatonya pada acara peluncuran, Kim Jong Un menyampaikan bahwa pengembangan kapal ini adalah respon langsung terhadap ancaman yang dirasakan dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di kawasan Asia.
Kim mengkritik pelaksanaan latihan militer gabungan antara AS dan Korea Selatan yang semakin intensif, yang ia anggap sebagai persiapan untuk perang.
"Kami akan merespons dengan tegas krisis geopolitik yang terus berkembang ini," tegasnya ikutip dari Associated Press.
Selain kapal perusak baru, Kim juga mengungkapkan rencananya untuk mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir sebagai langkah besar berikutnya dalam memperkuat armada laut Korea Utara.
Negara ini sebelumnya telah mengungkapkan keberadaan kapal selam nuklir yang sedang dibangun, meskipun beberapa ahli meragukan kemampuan Korea Utara untuk mengembangkan teknologi canggih semacam itu tanpa bantuan dari negara lain.
Baca Juga: Militer Ukraina Hancurkan Satu Peleton Tentara Korea Utara, padahal Pasukannya Lebih Sedikit
Meningkatnya ketegangan regional seiring dengan pengembangan kemampuan militer Korea Utara, terutama terkait dengan program nuklir, telah menarik perhatian dunia.
Sejumlah pihak mengkhawatirkan bahwa pengembangan senjata nuklir dan aliansi Korea Utara dengan Rusia bisa memperburuk situasi keamanan global.
Kim Jong Un dilaporkan telah memasok senjata dan personel militer untuk mendukung perang Rusia di Ukraina, dengan harapan dapat memperoleh bantuan ekonomi dan teknologi militer sebagai imbalannya.
Sementara itu, hubungan diplomatik dengan AS cenderung terhenti setelah negosiasi denuklirisasi yang dilakukan selama masa pemerintahan Presiden Donald Trump tidak menghasilkan kesepakatan.
Meski Trump mengungkapkan keinginannya untuk kembali berdialog dengan Kim, Korea Utara belum memberikan respons positif terhadap tawaran tersebut.
Fokus kebijakan luar negeri Kim kini lebih terarah pada Rusia, yang dianggap sebagai mitra strategis dalam menghadapi tekanan internasional.
Baca Juga: Jenderal Rusia Puji Keberanian Prajurit Korea Utara dalam Pertempuran Merebut Kursk dari Ukraina
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.