BANGKOK, KOMPAS.TV — Kepala pemerintahan militer Myanmar tiba di Thailand pada hari Kamis (3/4/2025) untuk menghadiri pertemuan puncak regional. Perjalanan internasional yang dilakukannya ini merupakan momen langka, terlebih saat negaranya baru saja diguncang gemba bumi dahsyat yang menewaskan ribuan orang.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah dijauhi oleh sebagian besar negara Barat karena menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang dipilih secara demokratis. Dia tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam pertemuan organisasi regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), sejak tentara merebut kekuasaan pada bulan Februari 2021 dan mulai menekan oposisi dengan kekerasan.
Ia adalah salah satu dari beberapa pemimpin regional yang mengunjungi Bangkok untuk menghadiri pertemuan puncak tiga hari negara-negara di wilayah Teluk Benggala.
Ini adalah kunjungan pertama Min Aung Hlaing ke negara selain pendukung dan penyokong utama pemerintahannya — yaitu China, Rusia, dan sekutu Rusia, Belarusia — sejak ia menghadiri pertemuan regional di Indonesia pada tahun 2021.
Ia disambut setibanya di bandara Bangkok oleh Menteri Tenaga Kerja Thailand Phiphat Ratchakitprakarn, dan kemudian menghadiri jamuan makan malam resmi untuk para pemimpin Prakarsa Teluk Benggala untuk Kerja Sama Teknis dan Ekonomi Multi Sektoral, atau BIMSTEC. Organisasi ini beranggotakan tujuh negara, yang meliputi Thailand, Myanmar, Bangladesh, Bhutan, India, Nepal, dan Sri Lanka.
Baca Juga: Jumlah Korban Tewas Gempa Myanmar Tembus 3.145 Orang, Ribuan Lainnya Luka-Luka
Pertemuan itu berlangsung saat Myanmar masih mencari korban selamat di reruntuhan bangunan akibat gempa besar minggu lalu. Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter itu merobohkan ribuan bangunan, merobohkan jembatan, dan membuat jalan tertekuk. Jumlah korban tewas meningkat menjadi 3.085 pada hari Kamis, dengan lebih dari 4.700 orang terluka dan lebih dari 300 orang hilang.
Gempa yang terjadi semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah akibat perang saudara di Myanmar. Lebih dari 3 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka dan hampir 20 juta orang membutuhkan bantuan bahkan sebelum bencana melanda, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan anggota BIMSTEC membahas manajemen bencana selama pertemuan tingkat menteri pada hari Kamis. Thailand menunda pertemuan dari tahun lalu setelah perdana menteri saat itu Srettha Thavisin tiba-tiba dicopot dari jabatannya oleh pengadilan.
Gempa bumi menewaskan sedikitnya 22 orang di Bangkok, sebagian besar disebabkan oleh runtuhnya gedung tinggi yang sedang dibangun.
Kunjungan sang jenderal menuai kecaman dan kritik dari lawan-lawannya. Pemerintah Persatuan Nasional bayangan, atau NUG, yang dibentuk oleh anggota parlemen terpilih yang dilarang menduduki jabatan mereka, mengatakan bahwa mereka mengutuk keras penyertaan Min Aung Hlaing di pertemuan puncak tersebut. Mereka mengatakan bahwa dia tidak memiliki legitimasi untuk mewakili Myanmar.
NUG mengatakan pihaknya mendesak BIMSTEC untuk segera mencabut keikutsertaan junta militer dalam pertemuan puncak dan pertemuan terkait.
Baca Juga: Aksi Tim Penyelamat China-Rusia Terjun Cari Korban Gempa Magnitudo 7,7 Myanmar
Kelompok aktivis Justice for Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa undangan bagi Min Aung Hlaing untuk menghadiri pertemuan tersebut akan melegitimasi dan menguatkan junta militer yang telah ditentang oleh rakyat Myanmar selama lebih dari empat tahun, dan mencoreng reputasi BIMSTEC sebagai badan regional.
Kementerian Luar Negeri Thailand membantah bahwa undangan tersebut telah mencoreng reputasi Thailand.
"Saya pikir yang sebaliknya akan terjadi jika kita tidak mematuhi apa yang dikatakan piagam dan yang diabadikan dalam piagam tersebut mengatakan bahwa Thailand memiliki tanggung jawab untuk mengundang para pemimpin dari semua pemimpin BIMSTEC," kata juru bicara Kemlu Thailand Nikorndej Balankura, seperti dikutip dari The Associated Press.
Di antara para pemimpin lain yang menghadiri pertemuan puncak tersebut adalah Muhammad Yunus, penasihat utama pemerintah Bangladesh, dan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.