ALGIERS, KOMPAS.TV - Hamas tampaknya tak takut dengan ancaman Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Trump sebelumnya mengancam jadikan Timur Tengah neraka jika sandera Israel tak juga dibebaskan.
Namun pada Selasa (7/1/2025), Hamas bersikeras Israel harus menghentikan kekerasan dan pergi dari Gaza dalam kesepakatan pembebasan sandera.
Baca Juga: Trump Ancam Hamas untuk Bebaskan Sandera Israel, Bakal Hadirkan Neraka di Timur Tengah
Mereka juga menambahkan bahwa Trump terburu-buru mengatakan mereka akan dibayar dengan neraka kecuali para sandera dibebaskan secara “gratis” sebelum pelantikannya pada 20 Januari.
Pejabat Hamas dan Israel telah melakukan pembicaraan dengan mediator dari Qatar dan Mesir, dalam sebuah upaya paling intensif demi mencapai gencatan senjata di Gaza.
Pemerintahan AS telah menyerukan tekanan untuk kesepakatan sebelum Joe Biden lengser.
Banyak yang memandang pelantikan Trump pada 20 Januari nanti akan menjadi batas waktu tak resmi.
Namun, dengan menipisnya waktu, kedua pihak masih saling menyalahkan pihak lainnya telah menghalangi kesepakatan dengan persyaratan yang menggagalkan upaya perdamaian lebih dari setahun.
Hamas mengatakan akan membebaskan sandera yang tersisa jika Israel sepakat mengakhiri perang dan menarik mundur pasukannya dari Gaza.
Sedangkan Israel menegaskan perang tak akan berakhir hingga Hamas dihancurkan dan para sandera dibebaskan.
Dikutip dari Channel News Asia, pejabat Hamas Osama Hamdan dalam jumpa pres di Algiers, menegaskan syarat Hamas adalah akhir sepenuhnya dari agresi dan mundur seluruhnya pasukan penjajah (Israel) dari tanah mereka.
Namun, ia tak mengungkapkan detail mengenai putaran negosiasi terbaru.
Baca Juga: Bantuan Sulit Masuk, Pengungsi Gaza Andalkan Dapur Amal untuk Makanan Sehari-hari
Ia juga menanggapi pernyataan Hamas, bahwa mereka akan membayar dengan neraka jika sandera Israel tak dibebaskan saat pelantikannya.
“Saya pikir Presiden AS harus membuat pernyataan yang lebih disiplin dan diplomatis,” tuturnya.
Hamdan juga menegaskan bahwa Israel yang harus disalahkan karena merusak semua upaya untuk mencapai kesepakatan.
Sumber : Channel News Asia
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.