ISLAMABAD, KOMPAS.TV - Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Pakistan, Mumtaz Zahra Baloch mengaku pihaknya bertanggung jawab atas serangan udara ke Provinsi Paktika, Afghanistan pada Selasa (24/12/2024) lalu.
Pengakuan pejabat Kemlu tersebut adalah pernyataan publik pertama pemerintah Pakistan sehubungan serangan tersebut.
Baloch menyebut, serangan udara diluncurkan milter Pakistan berdasarkan "ancaman terhadap keamanan penduduk" Pakistan.
Menurutnya, pemerintah Pakistan tetap menghormati kedaulatan Afghanistan kendati meluncurkan serangan lintas perbatasan.
Baca Juga: Pakistan Serang Afghanistan, Taliban Sebut 46 Orang Tewas Mayoritas Wanita dan Anak-Anak
"Pakistan bersatu untuk rakyatnya. Pakistan menggelar operasi di kawasan perbatasan Afghanistan," kata Baloch dikutip suratkabar Dawn via Ariana News, Kamis (26/12).
"Operasi berbasis intelijen ini dilakukan Pakistan di kawasan perbatasan Afghanistan, berdasarkan ancaman terhadap keamanan warga Pakistan," ungkapnya.
Baloch menyatakan, operasi ini menyasar "kelompok teror" yang berada di perbatasan Afghanistan.
Ia menyebut Islamabad telah merencanakan operasi ini dengan hati-hati.
Sebelumnya, serangan udara Pakistan di Paktika dilaporkan membunuh 50 orang, termasuk 27 perempuan dan anak-anak.
Kendati Pakistan menyebut serangan ini menyasar "teroris", pemerintah Taliban menyebut para korban adalah pengungsi dari barat laut Pakistan.
Pakistan dilaporkan menyerang target Tehreek-e-Taliban (TTP) atau umum dikenal sebagai Taliban Pakistan dalam serangan ini.
Kelompok TTP beroperasi di perbatasan Pakistan-Afghanistan dan kerap menyerang aparat keamanan Pakistan.
Pemerintah Taliban yang kini menguasai Afghanistan mengecam serangan udara Pakistan.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Taliiban, Enayatullah Khowarazami menyebut, pihaknya akan membalas serangan ini.
"Pihak Pakistan harus mengerti bahwa tindakan sepihak seperti itu bukanlah solusi atas masalah apa pun. Emirat Islam (Afghanistan) tidak akan membiarkan aksi pengecut ini dan menganggap pertahanan atas wilayahnya adalah hak yang tidak bisa diganggu gugat," kata Khowarazami dikutip Al Jazeera.
Baca Juga: Pendidikan Kesehatan untuk Perempuan Afghanistan Dihentikan, Uni Eropa Kecam Taliban
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.