PYONGYANG, KOMPAS.TV - Korea Utara menuduh Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol bakal memicu perang nuklir.
Hal itu diungkapkan Kantor Berita Korea Utara KCNA, yang memublikasikan dokumen terkait tuduhan tersebut, Minggu (3/11/2024).
Dokumen tersebut, yang dikompilasikan oleh Institut Studi Negara Musuh Korea Selatan, mengkritik Yoon, yang selalu membuat pernyataan sembrono tentang perang kedua negara.
Baca Juga: Ayatollah Ali Khamenei Ancam Serang Balik Israel, AS Langsung Kerahkan Pesawat Pengebom B-52
Yoon juga disebut telah mengabaikan unsur-unsur perjanjian antar-Korea, terlibat dalam perencanaan perang nuklir dengan AS, serta mengupayakan hubungan yang lebih erat dengan Jepang dan NATO.
“Tindakan militer yang semakin memburuk ini hanya menghasilkan konsekuensi paradoks karena mendorong (Korea Utara) menimbun senjata nuklir dalam jumlah eksponensial, dan mengembangkan lebih lanjut kemampuan nuklirnya,” tulis kantor berita itu dikutip dari South China Morning Post.
Yoon memang mengambil langkah keras terhadap Korea Utara yang terus mengembangkan persenjataan nuklir dan rudal balistiknya.
Pemerintahannya pun menyalahkan Korea Utara karena meningkatkan tensi dengan uji coba senjata.
Selain itu, juga dengan menyediakan bantuan militer dan tentara Korea Utara untuk membantu Rusia berperang di Ukraina.
Pyongyang sendiri sudah mengambil langkah untuk memutus hubungan antar-Korea.
Mereka mengategorikan Korea Selatan sebagai negara musuh jahat yang terpisah, sejak Kim Jong-un mendeklarasikan mereka sebagai musuh utama di awal tahun ini.
Baca Juga: Terungkap, Persenjataan Tentara Korea Utara yang Dikirim Rusia ke Perbatasan Ukraina, Sehebat Apa?
Kim Jong-un juga menegaskan unifikasi sudah tak mungkin lagi untuk diwujudkan.
Secara teknis, kedua Korea saat ini tengah berperang setelah perang Korea terhenti pada 1953 karena gencatan senjata, bukan kesepakatan damai.
Dokumen tersebut juga mencantumkan kesengsaraan politik Korea Selatan, termasuk skandal yang melihatkan istrinya, yang mendorong tingkat dukungan terhadapnya ke rekor terendah.
Sumber : South China Morning Post
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.