TALISAY, KOMPAS TV — Jumlah korban tewas dan hilang akibat banjir besar dan tanah longsor yang disebabkan oleh Badai Tropis Trami di Filipina mencapai hampir 130 orang.
Presiden Ferdinand Marcos mengatakan Sabtu, 26 Oktober 2024 bahwa masih banyak daerah yang terisolasi, di mana warga memerlukan bantuan evakuasi.
Trami yang menerjang wilayah barat laut Filipina pada Jumat, meninggalkan sedikitnya 85 korban tewas dan 41 orang lainnya hilang, menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
Ini adalah salah satu badai paling mematikan dan merusak di Asia Tenggara tahun ini. Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah seiring datangnya laporan dari daerah-daerah yang sebelumnya terisolasi.
Puluhan polisi, petugas pemadam kebakaran, dan tim penyelamat lainnya, dengan bantuan tiga alat berat dan anjing pelacak, menggali salah satu dari dua warga yang masih hilang di kota tepi danau, Talisay, di provinsi Batangas, pada Sabtu.
Seorang ayah yang menunggu kabar tentang putrinya yang berusia 14 tahun terlihat menangis saat tim penyelamat mengangkat jenazah yang ditemukan di tumpukan tanah, memasukkannya ke dalam kantong jenazah berwarna hitam.
Dia mengikuti polisi yang membawa kantong tersebut melewati jalan desa yang berlumpur menuju van polisi, sementara seorang warga yang ikut menangis menghampiri untuk menyampaikan rasa belasungkawanya.
Pria tersebut yakin jenazah itu adalah putrinya, tetapi pihak berwenang harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan identitas warga yang digali dari gundukan tersebut.
Baca Juga: Banjir Melanda Filipina, 1 Orang Dilaporkan Tewas 7 Lainnya Hilang
Di sebuah gimnasium di pusat kota, lebih dari selusin peti jenazah berwarna putih berjajar, menampung jasad-jasad korban yang ditemukan dari tumpukan lumpur, batu-batuan, dan pepohonan yang meluncur turun dari lereng hutan yang curam di desa Sampaloc, Talisay, pada Kamis sore.
Presiden Marcos, yang menginspeksi wilayah terdampak lainnya di tenggara Manila pada Sabtu, menyebutkan bahwa curah hujan luar biasa yang turun akibat badai — bahkan di beberapa daerah mencapai curah hujan setara satu hingga dua bulan hanya dalam 24 jam — telah melampaui kapasitas pengendalian banjir di sejumlah provinsi yang dihantam Trami. “Airnya terlalu banyak,” ujar Marcos kepada wartawan.
“Kami belum selesai dengan upaya penyelamatan,” ujarnya. “Masalah kami, masih banyak area yang terendam banjir dan tidak bisa diakses, bahkan oleh truk besar sekalipun.”
Marcos menambahkan, pemerintahannya berencana untuk mulai mengerjakan proyek pengendalian banjir besar untuk menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat perubahan iklim.
Lebih dari 5 juta orang berada di jalur badai ini, termasuk hampir setengah juta warga yang mengungsi ke lebih dari 6.300 pusat penampungan darurat di berbagai provinsi, kata badan pemerintah.
Dalam pertemuan darurat kabinet, Marcos mengungkapkan kekhawatiran terhadap laporan dari para peramal cuaca pemerintah bahwa badai ini — badai ke-11 yang menghantam Filipina tahun ini — kemungkinan dapat berbalik arah minggu depan akibat tekanan udara tinggi di Laut China Selatan.
Badai ini diperkirakan akan menghantam Vietnam pada akhir pekan, kecuali jika berbelok dari jalurnya.
Untuk langkah pencegahan, pemerintah Filipina menutup sekolah dan kantor pemerintah untuk hari ketiga pada Jumat demi menjaga keselamatan jutaan warga di pulau utama Luzon. Layanan feri antar-pulau juga dihentikan, membuat ribuan orang terlantar.
Cuaca cerah mulai muncul di banyak daerah pada Sabtu, 26 Oktober 2024, memungkinkan pembersihan dilakukan di sebagian besar wilayah.
Setiap tahun, sekitar 20 badai dan topan menghantam Filipina, negara kepulauan di Asia Tenggara yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Laut China Selatan. Pada 2013, Topan Haiyan, salah satu badai tropis terkuat yang pernah tercatat, menewaskan atau membuat lebih dari 7.300 orang hilang dan meratakan desa-desa.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.