Kompas TV internasional kompas dunia

Presiden Korea Selatan Tolak Seruan Hidup Berdampingan dengan Rezim Kim Jong-Un

Kompas.tv - 20 September 2024, 12:43 WIB
presiden-korea-selatan-tolak-seruan-hidup-berdampingan-dengan-rezim-kim-jong-un
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol. (Sumber: Jeon Heon-Kyun/Pool Photo via AP)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Desy Afrianti

SEOUL, KOMPAS.TV - Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menolak seruan untuk hidup berdampingan dengan rezim Kim Jong-un di Korea Utara.

Para politikus liberal terus menyerukan agar Korea Selatan hidup berdampingan dengan damai bersama Korea Utara.

Ia juga menegaskan kembali dorongan pemerintahan konservatif untuk reunifikasi secara damai, sebagaimana diabadikan dalam “Doktrin Unifikasi” pada Agustus.

Baca Juga: Respons Menyeramkan Iran ke Israel atas Ledakan Alat Komunikasi di Lebanon Tewaskan Puluhan Orang

Hal tersebut diungkapkan Presiden Yoon Suk-yeol pada Kamis (19/9/2024).

Dikutip dari Asia News Network, pejabat kantor kepresidenan Korea Selatan yang meminta anonimitas di Praha, Republik Ceko, bahwa reunifikasi damai di semenanjung Korea, telah mendapat dukungan dari komunitas internasional, termasuk Ceko.

Pejabat tersebut menambahkan bahwa mereka yang berpikir sebaliknya dan mengikuti konsep berdampingan secara damai dengan Korea Utara, baik memprioritaskan pedamaian ketimbang reunifikasi, atau memperkenalkan sistem konfederasi, akan dianggap bersimpati dengan niat rezim Korea Utara.

Ini menjadi tanggapan atas klaim mantan Presiden Moon Jae-in yang liberal, bahwa wacana terkini mengenai perdamaian dan reunifikasi perlu ditinjau ulang secara menyeluruh.

Mantan Kepala Staf Im Jong-seok yang bekerja dengan Moon, juga mengatakan bahwa Seoul harus menghadapi kenyataan dan menerima gagasan kenfederasi kedua Korea.

Ia juga mendesak pencabutan undang-undang (UU) Keamanan Nasional.

Im juga menyerukan revisi kontitusi, yang menyatakan wilayah Korea Selatan, terdiri dari semenanjung Korea, dan pulau-pulau di sekitarnya.

Ia juga mengatakan bahwa pasal tersebut memicu keengganan terhadap proses perdamaian dan rekonsiliasi proaktif antara kedua Korea, serta konflik ideologi yang sudah berlangsung lama.

Artikel yang sama menjadi dasar argumen pemerintahan Yoon, bahwa Seoul harus mendorong reunifikasi secara damai.

Pejabat kantor kepresidenan menggambarkan mereka yang bersimpati dengan konsep berdampingan secara damai dengan Korea Utara sebagai orang yang anti-konstitusional.

Pada Desember 2023, Korea Utara menegaskan reunifikasi tak akan tecapai.

Baca Juga: Pemimpin Hizbullah Murka dengan Ledakan Alat Komunikasi di Lebanon: Ini Seruan Perang

Kim Jong-un menggambarkan kedua negara sebagai negara bermusuhan.

Pada Agustus, Korea Selatan mengumumkan doktrin reunifikasinya sendiri, dengan keinginan semenanjung Korea terunifikasi, yang denuklirisasi, bebas, damai dan makmur.

Pernyataan itu berarti memperbesar hak bagi warga Korea Utara yang disebut selalu terkekang.




Sumber : Asia News Network




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x