WASHINGTON, KOMPAS TV - Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dengan tegas menyatakan perang Rusia di Ukraina harus segera diakhiri. Namun, dalam debat presiden pada Selasa malam (10/9/2024) waktu setempat atau Rabu (11/9) waktu Indonesia, Trump dua kali menghindari pertanyaan langsung tentang apakah dia mendukung kemenangan Ukraina, sekutu AS.
Dalam debat tersebut, Trump mengeklaim perang tersebut telah menewaskan "jutaan" orang sejak invasi Rusia 2,5 tahun lalu, meskipun PBB hanya memverifikasi sekitar 11.700 kematian sipil hingga saat ini, menurut laporan Associated Press.
Trump juga menuduh tanpa bukti bahwa Wakil Presiden Kamala Harris, lawan politiknya dari Partai Demokrat, gagal menjalankan misi diplomatik beberapa hari sebelum invasi Rusia dimulai. Klaim ini dilontarkan Trump di tengah kekhawatiran bahwa jika Trump kembali ke Gedung Putih, posisinya bisa memaksa Ukraina menerima perjanjian damai yang menguntungkan Rusia, negara tetangga yang lebih kuat.
Dukungan militer dan finansial AS sangat penting bagi Ukraina untuk terus melawan serangan Rusia. Tanpa bantuan tersebut, Ukraina akan menghadapi kesulitan besar.
Moderator David Muir dari ABC News dua kali menekan Trump untuk memberikan jawaban jelas. “Apakah Anda ingin Ukraina memenangkan perang ini?” tanya Muir.
“Saya ingin perang ini berhenti,” jawab Trump. “Saya ingin menyelamatkan nyawa,” tambahnya, meskipun kembali mengeklaim bahwa "jutaan" orang telah tewas.
Ketika Muir kembali bertanya apakah menurut Trump "ini adalah kepentingan terbaik AS agar Ukraina memenangkan perang ini," Trump menjawab, "Saya pikir kepentingan terbaik AS adalah agar perang ini selesai dan segera diselesaikan."
Baca Juga: Debat Panas Donald Trump vs Kamala Harris soal Aborsi, Ras, dan Ekonomi
Trump beberapa kali menyatakan dia akan mampu mencapai kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia dalam satu hari jika terpilih kembali, meski dia belum menjelaskan bagaimana caranya. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa kesepakatan yang dimaksud Trump bisa berarti Ukraina harus menyerahkan sebagian besar wilayahnya dan kedaulatannya kepada Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menegaskan Ukraina harus melepaskan sejumlah besar wilayah dan menolak bergabung dengan NATO sebagai syarat untuk memulai negosiasi.
Harris, dalam pernyataannya, mengatakan, "Alasan Trump mengatakan perang ini akan berakhir dalam 24 jam adalah karena dia akan menyerah begitu saja."
Trump dikenal memiliki hubungan yang lebih lunak terhadap Putin, termasuk memuji strategi Rusia dalam invasi 2022 sebagai jenius dan cerdas.
Sebaliknya, Trump tidak menunjukkan kehangatan yang sama terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang dia sebut sebagai "salesman" karena seringnya meminta bantuan senjata dari sekutu.
Sementara itu, pemerintahan Presiden Joe Biden berpendapat kemenangan di Ukraina akan mencegah Putin memperluas agresinya terhadap negara-negara demokrasi Barat lainnya di Eropa. Biden dan pejabat tinggi AS telah memimpin upaya internasional untuk mendukung Ukraina dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia bahkan sebelum invasi terjadi.
Beberapa hari sebelum invasi pada akhir Februari 2022, Biden mengirim Harris ke Konferensi Keamanan Munich di Jerman. Di sana, Harris bertemu dengan Zelenskyy untuk mengonsolidasikan dukungan Eropa dan NATO bagi Ukraina.
Trump dalam debatnya mengaitkan kunjungan Harris dengan invasi Rusia yang terjadi beberapa hari kemudian, namun pemerintah AS telah menyatakan tanda-tanda invasi sudah terlihat dengan pengerahan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina sebelum misi diplomatik tersebut berlangsung. Putin sendiri tidak menghadiri konferensi di Jerman, dan Harris tidak bertemu dengannya.
Sumber : Associated Press / Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.