KUALA LUMPUR, KOMPAS TV – Mantan Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, kembali jadi sorotan setelah resmi didakwa dengan tuduhan penghasutan.
Dakwaan ini muncul karena pidatonya yang dianggap menghina raja Malaysia sebelumnya. Di hadapan pengadilan di Kelantan pada Selasa lalu, Muhyiddin tegas menyatakan dirinya tidak bersalah.
Kasus ini bermula pada 14 Agustus saat Muhyiddin berkampanye di Kelantan, saat ia mempertanyakan mengapa Sultan Abdullah, yang saat itu Raja Malaysia, tidak menunjuknya kembali sebagai Perdana Menteri setelah parlemen terpecah pada November 2022. Muhyiddin mengklaim dirinya sudah mendapatkan dukungan mayoritas anggota parlemen.
Bagi banyak orang, komentar ini dianggap berani karena menyentuh isu sensitif terkait institusi kerajaan.
Di Malaysia, sembilan penguasa dari negara bagian yang mayoritas dihuni oleh etnis Melayu bergiliran menjadi Raja Malaysia setiap lima tahun. Meskipun peran mereka bersifat seremonial, posisi raja sangat dihormati oleh mayoritas Muslim di Malaysia.
Setelah pemilu tanpa pemenang menjadi jelas, Sultan Abdullah justru menunjuk Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi saat itu, sebagai Perdana Menteri.
Baca Juga: Serba-serbi Penobatan Raja Malaysia yang Baru Sultan Ibrahim Iskandar
Anwar berhasil membentuk pemerintahan dengan dukungan dari berbagai partai rival, sebuah langkah yang kemudian didukung oleh Sultan Abdullah.
Meskipun masa jabatannya berakhir Januari tahun ini, Sultan Abdullah memilih tidak berkomentar mengenai kasus ini. Namun, putranya memberikan tanggapan keras, menyebut komentar Muhyiddin sebagai ancaman yang dapat memecah belah rakyat dan merusak institusi kerajaan.
Muhyiddin kemudian dipanggil oleh polisi untuk memberikan keterangan setelah menerima banyak pengaduan terkait pidatonya. Ia bersikeras ucapannya berdasarkan fakta dan bukan penghinaan, dengan menunjukkan ia sudah mendapatkan dukungan tertulis dari 115 anggota parlemen.
Dakwaan terhadap Muhyiddin ini memunculkan kritik dari berbagai pihak, termasuk dari kelompok advokasi hak asasi manusia, Lawyers for Liberty.
Zaid Malek, salah satu tokoh dari kelompok tersebut, menilai bahwa menggunakan Undang-Undang Hasutan era kolonial untuk membungkam kritik terhadap raja merupakan langkah yang keliru.
“Raja kita adalah raja konstitusional, bukan penguasa feodal yang tak bisa dikritik. Mengkritisi keputusan raja adalah bagian dari hak demokrasi kita,” kata Zaid. Ia juga menambahkan bahwa Anwar Ibrahim, yang sebelumnya berjanji akan mencabut Undang-Undang Hasutan ini, telah ingkar janji.
Jika terbukti bersalah, Muhyiddin yang kini berusia 77 tahun bisa menghadapi hukuman penjara hingga tiga tahun, denda, atau bahkan keduanya. Selain kasus ini, Muhyiddin juga tengah menghadapi serangkaian tuduhan korupsi dan pencucian uang, yang dianggapnya sebagai upaya politis untuk menjatuhkannya.
Muhyiddin kini menjadi mantan pemimpin kedua di Malaysia yang menghadapi tuntutan pidana setelah Najib Razak.
Najib, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri, kini menjalani hukuman penjara 12 tahun setelah terbukti bersalah dalam beberapa kasus korupsi, dengan beberapa persidangan lainnya masih berlangsung.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.