ABU DHABI, KOMPAS TV - Uni Emirat Arab (UEA) hari Kamis, 25/7/2024, mengusulkan pengiriman misi internasional sementara atas undangan pemerintah Palestina untuk memulihkan ketertiban dan membentuk pemerintahan yang mampu menyatukan Tepi Barat dan Gaza di bawah satu otoritas Palestina yang sah.
Usulan ini diumumkan oleh Menteri Negara untuk Kerja Sama Internasional UEA, Reem Al Hashimy, dalam pernyataan yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Emirat.
Pengumuman ini muncul di tengah pembicaraan Barat dan Arab mengenai masa depan Gaza pasca perang yang telah hancur akibat serangan Israel selama sepuluh bulan terakhir.
"UEA telah mengirimkan 39.756 ton pasokan darurat ke Jalur Gaza melalui 8 kapal, 1.271 truk, dan 337 penerbangan," kata pernyataan tersebut.
"Kembali ke status quo sebelum 7 Oktober 2023 tidak akan mencapai perdamaian yang berkelanjutan bagi Palestina, Israel, dan komunitas internasional yang lebih luas," ujarnya.
Pernyataan itu mengatakan bahwa untuk mengonsolidasikan perdamaian dan keamanan serta mengakhiri penderitaan kemanusiaan "harus dimulai dengan pengiriman misi internasional sementara di Gaza dengan undangan resmi dari pemerintah Palestina."
Baca Juga: Netanyahu Disorot Media AS karena Sengaja Memalsukan Fakta tentang Pembantaian di Gaza
Pemerintah Palestina yang baru harus memastikan "operasi yang transparan sesuai dengan standar global tertinggi," ujarnya.
"Misi internasional ini akan bertanggung jawab untuk menanggapi krisis kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza, memulihkan hukum dan ketertiban, membentuk dasar pemerintahan, dan membuka jalan untuk menyatukan Gaza dan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina yang sah," kata pernyataan itu.
Lanskap politik Palestina telah terpecah sejak 2007, dengan Hamas menguasai Gaza, sementara Tepi Barat diatur oleh pemerintahan yang dibentuk oleh gerakan Fatah yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas.
Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober lalu.
Hampir 39.200 warga Palestina tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 90.400 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota Rafah di selatan, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina telah mencari perlindungan dari perang sebelum kota tersebut diserbu pada 6 Mei.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.