BAGHDAD, KOMPAS.TV – Pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati kepada salah satu istri pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, Rabu (10/7/2024). Perempuan tersebut dituduh terlibat dalam kejahatan terhadap perempuan Yazidi yang ditangkap oleh kelompok militan itu.
Hukuman ini datang beberapa minggu sebelum peringatan 10 tahun serangan ISIS terhadap minoritas agama Yazidi di wilayah Sinjar, Irak utara, pada awal Agustus 2014.
Serangan itu menewaskan dan menangkap ribuan orang, termasuk perempuan dan anak perempuan yang dijadikan korban perdagangan manusia dan pelecehan seksual. Persatuan Bangsa Bangsa mengatakan kekejaman terhadap kaum Yazidi ini sama dengan genosida.
Dalam sebuah pernyataan, Dewan Yudisial Irak mengatakan Pengadilan Kriminal Karkh menjatuhkan hukuman kepada isteri pemimpin ISIS tersebut karena "menahan perempuan Yazidi di rumahnya" dan memfasilitasi penculikan mereka oleh "geng teroris (kelompok ISIS) di distrik Sinjar." Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa hukuman dijatuhkan sesuai dengan undang-undang anti-terorisme Irak dan "undang-undang penyintas Yazidi."
Pernyataan itu tidak menyebut nama terdakwa, tetapi dua pejabat pengadilan mengidentifikasinya sebagai Asma Mohammed, yang ditangkap pada tahun 2018 di Turki dan kemudian diekstradisi.
Seorang pejabat keamanan senior Irak mengatakan kepada Associated Press, istri al-Baghdadi lainnya dan putrinya, yang juga diekstradisi dari Turki ke Irak, telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Baca Juga: PBB Masukkan Israel ke Daftar Hitam Penyiksa Anak-Anak di Zona Konflik, Setara ISIS dan Al Qaeda
Hukuman tersebut dijatuhkan seminggu yang lalu tetapi baru diumumkan oleh dewan yudisial pada hari Rabu, kata pejabat itu. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak diizinkan untuk membahas kasus ini secara publik.
Para penyintas serangan ISIS di Irak mengeluhkan kurangnya akuntabilitas dan mengkritik keputusan, yang dibuat atas permintaan pemerintah Irak, untuk mengakhiri penyelidikan PBB tentang kejahatan ISIS, termasuk dugaan penggunaan senjata kimia.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia mengkhawatirkan kurangnya proses hukum yang adil dalam pengadilan anggota ISIS di Irak dan mengkritik eksekusi massal terhadap mereka yang dihukum atas tuduhan terorisme.
Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan bahwa pengakuan sering kali diperoleh melalui penyiksaan dan mendesak Irak untuk menghapus hukuman mati.
Pada 29 Juni 2014, al-Baghdadi, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin garis keras paling efektif dan kejam di zaman modern, mendeklarasikan kekhalifahan kelompok militan di wilayah luas Irak dan Suriah.
Pada tahun 2019, dia terbunuh dalam serangan AS di Suriah, yang memberikan pukulan besar bagi kelompok militan itu. Meskipun kelompok ini telah kehilangan kendali atas semua wilayah yang sebelumnya mereka kuasai, beberapa selnya masih terus melakukan serangan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.