JENEWA, KOMPAS TV - Serangan udara yang dilancarkan oleh junta militer Myanmar telah menewaskan 359 warga sipil, termasuk 61 anak-anak, dan melukai 756 lainnya selama empat bulan pertama tahun 2024, menurut laporan terbaru, hari Sabtu, 25/5/2024.
Tren kematian akibat serangan udara oleh junta militer melonjak sejak kudeta tahun 2021. Angka kematian melonjak dari 63 pada tahun 2021 menjadi 260 pada tahun 2022, dan mencapai 613 orang pada tahun 2023, demikian laporan dari Nyan Lit Thit Analytica, sebuah lembaga yang memantau pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.
Pengeboman dan serangan udara junta militer terjadi setiap hari sepanjang periode Januari hingga April, dengan total 819 serangan udara yang tercatat. Rata-rata, setidaknya ada enam serangan per hari.
Wilayah yang paling sering menjadi sasaran serangan adalah Negara Bagian Rakhine, yang mengalami 187 serangan udara, diikuti oleh Wilayah Sagaing sebanyak 119 kali.
Selama empat bulan tersebut, serangan udara junta militer menghancurkan 50 rumah ibadah, 38 sekolah, dan 11 pusat kesehatan, demikian laporan dari kelompok peneliti tersebut.
Selain itu, laporan tersebut juga mencatat enam kasus dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim di beberapa wilayah.
Baca Juga: Pasukan Junta Myanmar Dilaporkan Bantai 33 Warga Desa, Saksi: Korban Dibariskan dan Ditembak Mati
Menurut seorang analis militer, peningkatan serangan udara ini mungkin disebabkan oleh kehilangan wilayah yang signifikan oleh pasukan junta.
Tujuan dari serangan udara ini tampaknya untuk menghambat upaya pasukan pemberontak dalam membangun perdamaian dan stabilitas, serta mengganggu kehidupan sipil.
Sejak kudeta pada Februari 2021, tercatat 2.471 serangan udara hingga 30 April 2024, yang menyebabkan tewasnya 1.295 orang. Sementara itu, upaya internasional untuk menemukan solusi yang berkelanjutan terhadap krisis ini masih terus berlanjut.
Hari Jumat sebelumnya, kantor hak asasi manusia PBB melaporkan sekitar 45.000 warga etnis Rohingya mengungsi ke wilayah dekat perbatasan dengan Bangladesh akibat pertempuran yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine.
“Kami mendapat laporan yang sangat mengkhawatirkan dan menyedihkan dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar utara mengenai dampak konflik terhadap kehidupan dan harta benda warga sipil. Beberapa tuduhan yang paling serius berkaitan dengan insiden pembunuhan warga sipil Rohingya dan penghancuran properti mereka,” ungkap juru bicara PBB, Liz Throssell, dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.
Mayoritas warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh menghindari kekerasan brutal militer di Rakhine pada tahun 2017. Mereka sebagian besar tinggal di kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, namun sejak akhir tahun 2020, lebih dari 33.000 orang telah dipindahkan ke pulau Bhasan Char.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.