WASHINGTON, KOMPAS.TV - Komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemungkinan dalam bahaya di tengah meningkatnya ketidakpuasan publik atas kepemimpinannya.
“Kelangsungan hidup Netanyahu sebagai pemimpin, juga koalisi pemerintahannya yang terdiri dari partai-partai sayap kanan dan ultraortodoks yang menerapkan kebijakan garis keras terhadap isu-isu Palestina dan keamanan, kemungkinan dalam bahaya,” demikian dinyatakan Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) dalam laporan publiknya, Senin (11/3/2024).
Baca Juga: Sebut Tokoh Hamas Nomor 4 Telah Dibunuh, Netanyahu: Nomor Tiga, Dua dan Satu Menyusul
“Ketidakpercayaan atas kemampuan Netanyahu untuk memerintah tumbuh semakin dalam dan meluas di kalangan masyarakat, dibandingkan sebelum perang. Dan kami memperkirakan akan terjadi protes besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya dan pemilihan (pemerintahan) baru. Pemerintahan yang berbeda dan lebih moderat jadi satu kemungkinan,” ucap laporan itu.
Lebih lanjut, melansir Anadolu, Rabu (13/3/2024), laporan komunitas intelijen AS yang didasarkan pada informasi pada 22 Januari itu mencatat bahwa Israel kemungkinan akan menghadapi perlawanan bersenjata dari Hamas selama bertahun-tahun dari sekarang.
Laporan itu juga menambahkan, militer Israel harus berjuang untuk menghancurkan infrastruktur terowongan bawah tanah Hamas, yang disebut telah menjadi tempat milisi Palestina “bersembunyi, mengumpulkan kekuatan, dan mengejutkan tentara Israel”.
Baca Juga: Netanyahu Serang Balik Biden usai Dikritik atas Pendekatan Perang Gaza: Ia Salah
Laporan komunitas intelijen AS itu juga memperingatkan, risiko meningkatnya eskalasi menjadi perang antarnegara yang lebih luas “tetap tinggi”.
“Konflik Gaza menimbulkan tantangan bagi banyak mitra utama Arab, yang menghadapi sentimen publik terhadap Israel dan AS atas kematian dan kehancuran di Gaza, tetapi juga melihat AS sebagai perantara kekuasaan yang memiliki posisi terbaik untuk mencegah agresi lebih lanjut dan mengakhiri konflik di Gaza sebelum ia menyebar lebih jauh ke wilayah tersebut,” kata laporan itu.
Netanyahu sendiri telah menghadapi tuntutan pengunduran dirinya yang semakin meluas seiring konflik di Jalur Gaza yang kini memasuki hari ke-157.
Sementara itu, komunitas intelijen AS menilai para pemimpin Iran – yang diketahui sejak lama mendukung Hamas – tidak mengatur maupun mengetahui serangan lintas batas yang dilancarkan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, yang memicu serangan Israel.
Dalam serangan itu, sekitar 1.200 warga Israel tewas terbunuh, dan 250 lainnya ditawan di Gaza sebagai sandera. Lebih dari 130 orang kini diperkirakan masih berada di Gaza, meskipun belum jelas jumlah mereka yang tewas dalam penahanan.
Kekhawatiran terkait sandera itu pula telah menjadi bahan bakar keluhan atas politik Israel di bawah Netanyahu.
Sementara itu di Gaza, lebih dari 31.000 warga Palestina, kebanyakan perempuan dan anak-anak, tewas terbunuh agresi brutal Israel. Pembantaian Israel itu pula disertai kehancuran massal, pengungsian besar-besaran dan kelangkaan bahan pokok di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Banyak anak-anak berada dalam kondisi di ambang kematian karena malanutrisi dan dehidrasi.
Baca Juga: Warga Gaza Korban Serangan Israel Tunjukkan Kekuatan Istimewa saat Berbuka Puasa di Tengah Kelaparan
Israel dituding telah melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional (ICJ). Keputusan ICJ pada Januari lalu memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan segala tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bantuan kemanusiaan tersedia bagi warga sipil di Gaza.
Kendati begitu, serangan Israel dan pembatasan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di Gaza terus belanjut.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.