YERUSALEM, KOMPAS.TV - Kepolisian Israel hari Kamis (7/3/2024) mengumumkan warga Israel akan diizinkan mengunjungi kompleks Al-Aqsa selama minggu pertama Ramadan, memicu kekhawatiran tentang akses warga Palestina ke situs bersejarah ini selama bulan suci.
Al-Aqsa sering menjadi tempat protes dan bentrokan warga Palestina dengan polisi Israel, terutama saat ketegangan, seperti dalam perang terkini antara Israel dan Hamas.
Warga Palestina di Tepi Barat tidak bisa pergi ke Yerusalem sesuai pembatasan Israel yang diberlakukan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di selatan Israel, yang diklaim Tel Aviv menewaskan 1.200 orang.
Invasi Israel ke Gaza sebagai respons telah menewaskan hampir dari 31.000 orang, sebagaimana dilaporkan Associated Press, Jumat (8/3/2024).
Masjid Al-Aqsa adalah situs ketiga terkudus dalam Islam. Bagi Yahudi, kompleks ini dianggap situs paling sakral dalam Yudaisme, dikenal sebagai Bukit Bait Suci menurut catatan Alkitab.
Pekan ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan jumlah orang yang diizinkan memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa untuk beribadah selama minggu pertama Ramadan akan sama seperti tahun sebelumnya dan akan dievaluasi "minggu demi minggu" sepanjang bulan suci.
Namun pernyataan Netanyahu tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan diizinkan memasuki kompleks tersebut.
Pada tahun 2023, lebih dari 289.000 warga Palestina dari Tepi Barat mengunjungi Yerusalem untuk beribadah selama Ramadan, menurut otoritas Israel.
Polisi Israel tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan The Associated Press untuk menjelaskan pembatasan tersebut. Bulan suci Ramadan diperkirakan akan dimulai pada Minggu, namun hal ini tergantung pada pengamatan bulan.
Baca Juga: Menteri Ekstremis Israel Ingin Jemaah yang Masuk Masjid Al-Aqsa Dibatasi Saat Ramadan
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir tidak diperbolehkan melarang warga Arab Israel beribadah di Masjid Al-Aqsa di Bukit Bait Suci selama Ramadan, menurut keputusan kabinet perang Israel yang dilaporkan oleh media Ibrani hari Rabu, (6/3/2024).
Laporan Channel 12 Israel, tanpa merinci sumber, menyatakan kabinet perang yang terdiri dari PM Benjamin Netanyahu, Menhan Yoav Gallant, dan Menteri Senior Benny Gantz, serta beberapa menteri lain yang bertindak sebagai pengamat, juga memutuskan mereka akan menjadi satu-satunya lembaga yang membuat keputusan mengenai kebijakan di situs sensitif tersebut.
Hal ini akan mengesampingkan menteri keamanan nasional yang berhaluan kanan jauh tersebut, yang mengatakan pada pertengahan Februari bahwa penduduk Palestina di Tepi Barat seharusnya dilarang menghadiri salat di Bukit Bait Suci di Yerusalem selama Ramadan. Ben Gvir juga dilaporkan berusaha membatasi kunjungan warga Arab Israel.
Juga pada hari Rabu, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengajak warga Palestina di Yerusalem dan Tepi Barat bergerak menuju Masjid Al-Aqsa untuk berdoa pada hari pertama Ramadan pada 10 Maret, selama perang di Gaza, tampaknya untuk meningkatkan ketegangan di daerah tersebut.
Ditanya untuk menanggapi pernyataan Haniyeh selama konferensi pers, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller tidak memberikan komentar, tetapi menjelaskan bahwa AS akan "terus mendesak Israel untuk memfasilitasi akses ke Bukit Bait Suci bagi jemaah yang beribadah secara damai selama Ramadan, sesuai dengan praktik sebelumnya."
"Selain menjadi tindakan yang benar," tambah Miller, "Ini bukan hanya soal memberikan kebebasan beragama kepada warga, sebuah hak yang mereka layak dapatkan, tetapi juga masalah yang sangat penting untuk keamanan Israel. Tidak sesuai dengan kepentingan keamanan Israel untuk memperhebat ketegangan."
Laporan media pada hari Rabu juga menyebutkan bahwa awalnya akan diizinkan 50.000 hingga 60.000 jemaah masjid di situs tersebut, dan jumlah itu akan diperluas jika tidak ada insiden keamanan.
Ben Gvir terus mendorong pendekatan yang lebih keras terhadap Gaza dan Palestina secara umum, bersama Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, kepala partai Zionisme Religius Israel.
Keduanya sebelumnya mengkampanyekan pengusiran warga Palestina keluar Gaza selama perang dan juga mengancam akan mundur dari koalisi jika tercapai kesepakatan "berbahaya" dengan Hamas terkait pembebasan tawanan.
Sumber : Associated Press / Times of Israel
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.