CANBERRA, KOMPAS.TV - Tim pengacara Australia mengadukan Perdana Menteri Anthony Albanese ke Mahkamah Pidana Internasional ICC dengan tuduhan "terlibat dalam genosida" di Gaza yang sedang diserang oleh Israel.
Dia menjadi "pemimpin pertama dari negara Barat yang dilaporkan ke ICC berdasarkan Pasal 15 dari Statuta Roma," demikian dikatakan oleh Birchgrove Legal, yang mengajukan kasus ini.
Di bawah pimpinan King's Counsel Sheryn Omeri, tim tersebut menghabiskan berbulan-bulan untuk mendokumentasikan dugaan "keterlibatan dan tanggung jawab pidana individu PM Albanese terkait situasi di Palestina," ungkap tim hukum tersebut dalam pernyataan pada hari Selasa.
Dukungan dari lebih dari seratus pengacara dan advokat Australia, bersama dengan dokumen berisi 92 halaman, diserahkan kepada Kantor Jaksa ICC, Karim Khan KC, pada hari Senin (4/3/2024), sebagaimana dilaporkan oleh Anadolu pada hari Rabu (6/3/2024).
Namun, pada hari Selasa, Albanese "menolak" kasus tersebut, menyatakan tim hukum tersebut "benar-benar tidak punya kredibilitas."
"Ia jelas tidak punya kredibilitas ke depan. Saya tidak berpikir penyelesaian damai dapat dicapai melalui informasi yang salah, dan sudah banyak informasi yang keliru tentang apa yang terjadi," kata Albanese sebelum menjadi tuan rumah pertemuan khusus pemimpin dari negara-negara Asia Tenggara di Melbourne.
Menurut Birchgrove Legal, dokumen yang diserahkan ke ICC "menguraikan sejumlah tindakan yang diambil oleh PM (Anthony Albanese) dan menteri serta anggota parlemen lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri Wong dan pemimpin oposisi, yang perlu dipertimbangkan dan diselidiki oleh jaksa."
Dokumen tersebut mencakup pembekuan dana Australia sebesar $6 juta kepada badan bantuan PBB yang beroperasi di Gaza, UNRWA.
Mereka menuduh Canberra memberikan bantuan militer dan menyetujui ekspor alat pertahanan ke Israel, yang "dapat digunakan oleh IDF (pasukan Israel) dalam melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan secara prima facie."
Kelompok ini juga menuduh pemerintahan Albanese "menggunakan kelompok militer Australia secara ambigu di wilayah tersebut, di mana lokasi dan peran pastinya tidak diungkapkan."
Tidak kalah penting, pasukan Australia membantu AS dan Inggris dalam serangan mereka terhadap kelompok Houthi di Yaman yang melancarkan serangan terhadap kapal bendera Israel di Laut Merah sebagai reaksi terhadap perang Tel Aviv di Gaza.
Baca Juga: Australia Bakal Lanjutkan Bantuan Dana ke UNRWA, Demi Memastikan Lebih Sedikit Anak yang Kelaparan
Bertindak sebagai Bagian dari Serangan ke Gaza
Birchgrove Legal menyatakan bahwa Canberra telah "mengizinkan warga Australia, baik secara eksplisit maupun implisit, untuk pergi ke Israel dan bergabung dengan IDF serta turut serta dalam serangan ke Gaza."
Canberra juga dituduh "memberikan dukungan politik yang tegas terhadap tindakan Israel, sebagaimana terlihat dari pernyataan politik PM (Albanese) dan anggota parlemen lainnya, termasuk pemimpin oposisi."
Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober.
Serangan bom Israel yang berikutnya telah menewaskan 30.534 orang dan melukai 71.920 lainnya dengan penghancuran masif dan kekurangan bahan pokok.
Perang Israel telah mendorong 85% penduduk Gaza mengalami pengungsian internal di tengah kekurangan pangan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% infrastruktur di enklave tersebut rusak atau hancur, menurut PBB.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.