RAFAH, KOMPAS.TV - Kekacauan hasil tembakan berat Israel yang membunuh 115 warga Palestina saat berusaha mendapatkan karung tepung dari konvoi bantuan, mencerminkan keputusasaan ratusan ribu orang yang berjuang bertahan hidup di tengah kehancuran di Gaza utara setelah hampir lima bulan pertempuran antara Israel dan Hamas.
Warga menyatakan mereka terpaksa menggeledah tumpukan puing dan sampah untuk mencari makanan bagi anak-anak mereka, yang hanya bisa makan satu kali sehari.
Banyak keluarga bahkan sudah mulai mencampur makanan hewan dan burung dengan biji-bijian untuk membuat roti. Pejabat bantuan internasional menyatakan mereka menghadapi bencana kelaparan.
“Kami mati kelaparan,” ungkap Soad Abu Hussein, seorang janda dan ibu lima anak yang tinggal di sebuah sekolah di kamp pengungsi Jabaliya, Sabtu lalu.
Gaza utara menjadi sasaran utama konflik yang dimulai saat Hamas melancarkan serangan ke selatan Israel pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 250 orang.
Serangan darat, laut, dan udara Israel menghancurkan sebagian besar wilayah yang padat penduduk menjadi reruntuhan. Meski militer memberi instruksi pada warga Palestina untuk pindah ke selatan, diperkirakan sebanyak 300.000 orang memilih untuk tetap tinggal.
Kira-kira satu dari enam anak di bawah usia 2 tahun di utara mengalami malnutrisi akut dan kelaparan, "tingkat malnutrisi anak yang paling parah di dunia," ungkap Carl Skau, wakil direktur eksekutif Program Pangan Dunia WFP pekan ini. "Jika tidak ada perubahan, kelaparan akan segera terjadi di utara Gaza."
Keadaan ini menimbulkan keputusasaan di kalangan penduduk, sehingga mereka menyerbu truk pengirim bantuan makanan dan merebut apa yang bisa mereka dapatkan. Skau mengatakan, tindakan ini memaksa Program Pangan Dunia WFP untuk menunda pengiriman bantuan ke utara.
"Runtuhnya ketertiban sipil, didorong oleh keputusasaan semata-mata, menghalangi distribusi bantuan yang aman - dan kami memiliki kewajiban untuk melindungi staf kami," ujarnya.
Dalam kekerasan Kamis lalu, ratusan warga Gaza mendatangi kelompok 30 truk yang membawa bantuan ke Utara pada dini hari. Palestina menyatakan pasukan Israel di sekitarnya menembak ke arah kerumunan.
Baca Juga: Israel Akui Menembak Mati Lebih 100 Warga Gaza di Konvoi Bantuan, Berkilah Membela Diri
Israel berdalih mereka menembakkan tembakan peringatan ke arah kerumunan dan bersikeras banyak yang tewas terinjak-injak dalam kerumunan. Dokter di rumah sakit Gaza dan tim PBB yang mengunjungi rumah sakit di sana menyatakan banyak yang mati dan terluka karena ditembak dari belakang.
Ahmed Abdel Karim, yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Kamal Adwan karena luka tembak di kakinya, mengatakan bahwa dia sudah menunggu selama dua hari di area tersebut sebelum konvoi pada hari Kamis datang.
"Semua orang menyerang dan maju ke truk-truk ini. Karena jumlahnya besar, saya tidak bisa mendapatkan tepung," katanya. Lalu dia ditembak oleh pasukan Israel, katanya.
Radwan Abdel-Hai, seorang ayah empat anak, Rabu malam mendengar desas-desus bahwa konvoi bantuan sedang dalam perjalanan. Dia dan lima orang lainnya mengambil kereta keledai untuk menemuinya dan menemukan "lautan orang" menunggu bantuan.
Ketika konvoi tiba, orang-orang merambat ke arah truk untuk mengambil makanan dan air apa pun yang bisa mereka dapatkan, katanya.
Ketika mereka mencapai truk, "tank mulai menembaki kami," katanya. "Saat saya berlari kembali, saya mendengar tembakan meriam dan tembakan. Saya mendengar orang berteriak. Saya melihat orang jatuh ke tanah, beberapa tidak bergerak." Abdel-Hai melarikan diri dan mencari perlindungan di sebuah bangunan di dekatnya bersama orang lain.
Ketika tembakan berhenti, banyak orang mati tergeletak di tanah, katanya, "Kami bergegas membantu evakuasi yang terluka. Banyak yang tertembak di punggung mereka," katanya.
Abu Hussein, janda itu, mengatakan lebih dari 5.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, yang tinggal bersamanya di sekolah Jabaliya tidak menerima bantuan selama lebih dari empat minggu. Orang dewasa makan satu kali atau kurang untuk menyimpan makanan bagi anak-anak, katanya.
Sejumlah orang pergi ke pantai untuk mencoba menangkap ikan, tetapi tiga orang tewas dan dua terluka oleh tembakan dari kapal Israel, katanya. "Mereka hanya ingin mendapatkan sesuatu untuk anak-anak mereka."
Militer Israel tidak segera merespons permintaan komentar.
Baca Juga: Biden Akan Berikan Bantuan ke Gaza Lewat Jalur Udara, tapi 2 Kali Salah Sebut Jadi Ukraina
Mansour Hamed, seorang mantan pekerja bantuan berusia 32 tahun yang tinggal bersama lebih dari 50 kerabat di sebuah rumah di Kota Gaza, mengatakan orang-orang menggunakan tindakan putus asa untuk mencari sesuatu untuk dimakan.
Beberapa makan daun pohon dan makanan hewan. Beberapa mengayak reruntuhan dan rumah yang ditinggalkan untuk mencari makanan lama. Menemukan seorang anak keluar dari reruntuhan dengan sepotong roti busuk sudah menjadi hal biasa, katanya.
"Mereka putus asa. Mereka menginginkan apa pun untuk tetap hidup."
Mengakui kesulitan mendapatkan bantuan dan kebutuhan ekstrim akan makanan, Presiden AS Joe Biden hari Jumat mengatakan AS segera akan mulai menjatuhkan bantuan udara ke Gaza dan akan mencari cara lain untuk mengirimkan kiriman, "termasuk mungkin koridor maritim."
Para pekerja bantuan berharap gencatan senjata yang mungkin akan memungkinkan mereka mengirim makanan ke orang-orang kelaparan di seluruh Gaza.
Pejabat Mesir mengatakan pembicaraan gencatan senjata akan dilanjutkan Minggu ini di Kairo. Pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak diizinkan berbicara kepada media.
Mediator internasional berharap mencapai kesepakatan untuk jeda enam minggu dalam pertempuran, dan pertukaran beberapa sandera Israel dengan warga Palestina yang ditahan oleh Israel, sebelum bulan suci Ramadan dimulai pada sekitar 10 Maret.
Sementara itu, pertempuran terus berlanjut. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah kematian warga Palestina akibat perang itu telah mencapai 30.320. Kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang dalam angka tersebut, tetapi mengatakan wanita dan anak-anak membentuk sekitar dua pertiga dari yang tewas.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.