ISTANBUL, KOMPAS.TV - Turki hari Rabu (28/2/2024) menyatakan kesiapannya untuk kembali menjadi tuan rumah perundingan perdamaian antara Rusia dan Ukraina, demikian disampaikan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Melalui pesan video yang dikirimkan ke KTT Ukraina-Eropa Tenggara, Recep Tayyip Erdogan menegaskan pendekatan diplomasi dan dialog harus diberikan kesempatan untuk mencapai "resolusi yang adil dan berkelanjutan" terhadap perang Ukraina.
"Saya meyakini upaya bersama seharusnya dimulai, setidaknya dalam menetapkan parameter umum untuk perdamaian," ujarnya, seperti laporan Anadolu, Rabu, (28/2/2024).
Presiden Erdogan menyatakan Türki, "secara prinsip," mendukung formula perdamaian 10 langkah yang diajukan oleh Presiden Ukraina Zelenskyy, dan bersedia berkontribusi pada "pemulihan cepat dan rekonstruksi" negara yang dilanda perang.
Erdogan juga menekankan pentingnya regulasi keselamatan maritim Laut Hitam, dan bahwa Ankara saat ini tengah melakukan pembicaraan untuk merumuskan regulasi baru yang didukung oleh PBB mengenai komitmen keamanan.
Anggota komite intelijen tinggi mengatakan pada hari Selasa (27/2/2024) bahwa legitimasi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dapat dipertanyakan, dan mungkin akan ada upaya kudeta pada musim semi.
Baca Juga: Ukraina Makin Kepayahan, Kunjungan Menlu Jerman ke Mykolaiv Dibayangi Drone Tempur Rusia
"Operasi khusus Maidan-3 Rusia diperkirakan mencapai puncaknya pada Maret-Mei 2024," demikian pernyataan Komite Intelijen di bawah Presiden Ukraina yang dipublikasikan di saluran Telegram Direktorat Utama Intelijen (GUR) di bawah Kementerian Pertahanan Ukraina.
Komite ini mengindikasikan bahwa dalam beberapa minggu mendatang, kemungkinan akan ada "upaya menciptakan konflik baik di dalam Ukraina maupun di bagian lain dunia," dan legitimasi Zelenskyy mungkin akan dipertanyakan setelah tanggal 20 Mei.
Operasi tersebut diduga akan dilakukan untuk "memecah belah semua pihak, termasuk perwakilan kepemimpinan politik," menimbulkan kepanikan, "menciptakan perpecahan antara militer dan warga sipil," serta mengganggu mobilisasi militer.
Mengenai hal ini, komite meminta warga dan mitra Barat untuk memperkuat "langkah-langkah keamanan menyeluruh."
Di Ukraina, perdebatan terus berlanjut mengenai legitimasi otoritas pemerintah dalam situasi absennya pemilihan parlemen dan presiden, yang tidak dapat dilaksanakan selama keadaan darurat militer.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.