WASHINGTON, KOMPAS.TV - Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengecam Amerika Serikat (AS) karena menolak gencatan senjata di Gaza dan mengancam akan menghalangi resolusi Dewan Keamanan PBB yang diajukan oleh Aljazair, Senin (19/2/2024).
Vasily Nebenzya kepada wartawan menyebutkan "hanya satu delegasi" yang menghalangi upaya gencatan senjata di Gaza selama hampir lima bulan terakhir, merujuk pada delegasi AS.
Ia menjelaskan Rusia sudah mengusulkan resolusi gencatan senjata pada 16 Oktober tahun lalu, menyatakan banyak nyawa bisa diselamatkan jika gencatan senjata tersebut disetujui.
Komentarnya muncul ketika Aljazair akan menyampaikan resolusi di Dewan Keamanan PBB yang meminta "gencatan senjata kemanusiaan segera" antara Israel dan Hamas, serta menuntut "pembebasan segera dan tanpa syarat semua tawanan."
Aljazair, yang menjadi perwakilan Arab di dewan tersebut, menempatkan rancangan resolusi dalam bentuk final yang siap untuk diputuskan. Diplomat Dewan Keamanan PBB, yang tidak disebutkan namanya karena tidak diizinkan untuk berbicara secara publik, mengatakan pemungutan suara akan dilakukan pada Selasa pagi (20/2/2024) waktu New York.
Selain mengenai gencatan senjata, naskah resolusi Aljazair, yang diperoleh The Associated Press, menegaskan tuntutan dewan agar Israel dan Hamas "patuh secara seksama" hukum internasional, terutama dalam melindungi warga sipil, dan menolak pengusiran paksa warga sipil Palestina.
Rancangan resolusi Aljazair juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua tawanan yang diambil oleh Hamas selama serangan mendadak mereka pada 7 Oktober di selatan Israel. Israel mengeklaim 1.200 orang tewas dan sekitar 250 ditawan, dan lebih dari 100 masih diyakini ditahan di Gaza.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Besok Voting Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, AS Bersumpah Akan Memveto
Resolusi Aljazair juga menyatakan "kekhawatiran serius atas situasi kemanusiaan yang memburuk dengan cepat" di Gaza dan mengulangi seruan Dewan Keamanan untuk memberikan akses kemanusiaan tanpa hambatan di seluruh wilayah tersebut, di mana pejabat PBB menyebutkan seperempat dari populasi 2,3 juta orang menghadapi kelaparan.
"Apabila resolusi ini diajukan untuk diputuskan sesuai rancangannya, maka resolusi itu tidak akan disetujui," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, Sabtu. Pasalnya, menurutnya, resolusi tersebut "mungkin bertentangan" dengan upaya AS, Mesir, dan Qatar untuk mencapai kesepakatan pembebasan tawanan.
Linda Thomas-Greenfield juga menyatakan AS sudah bekerja selama beberapa bulan untuk mencapai kesepakatan pembebasan tawanan yang akan membawa periode damai setidaknya selama enam minggu "sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah menuju perdamaian yang lebih berkelanjutan."
Dia mengungkapkan Presiden AS Joe Biden telah berbicara dalam seminggu terakhir dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pemimpin Mesir serta Qatar untuk mendorong kemajuan kesepakatan.
"Meskipun masih ada perbedaan pendapat, elemen-elemen kunci sudah ada di atas meja", katanya.
Menurut Linda Thomas-Greenfield, ini adalah peluang terbaik untuk menyatukan tawanan dengan keluarga mereka serta memberikan jeda dalam pertempuran, yang akan memungkinkan bantuan penyelamatan nyawa sampai ke warga sipil Palestina yang sangat membutuhkannya.
Namun, Qatar mengatakan pada hari Sabtu bahwa pembicaraan "tidak berjalan seperti yang diharapkan."
Di sisi lain, katanya, resolusi yang didukung oleh negara-negara Arab tidak akan mencapai hasil tersebut, "bahkan mungkin bertentangan dengan upaya tersebut," ujar Greenfield.
Sebanyak 22 negara Arab di PBB telah menuntut gencatan senjata selama berbulan-bulan karena serangan militer Israel sebagai respons terhadap serangan Hamas terus meningkat, dengan jumlah Palestina yang tewas sudah menembus 29.000 warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Sumber : Anadolu / Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.