KIEV, KOMPAS.TV - Pegawai perusahaan senjata Ukraina bersekongkol dengan pejabat kementerian pertahanan untuk menggelapkan hampir $40 juta yang dialokasikan untuk membeli 100.000 munisi peluru mortir untuk perang dengan Rusia, seperti pernyataan badan keamanan Ukraina SBU hari Sabtu, (27/1/2024).
SBU hari Sabtu malam (27/1/2024) menyatakan lima orang telah didakwa melakukan korupsi, dengan satu orang ditahan saat mencoba menyeberangi perbatasan Ukraina. Jika terbukti bersalah, mereka bisa dihukum hingga 12 tahun penjara.
“SBU, dengan bantuan Kementerian Pertahanan, mengungkap pejabat Kementerian Pertahanan dan manajer Lviv Arsenal, yang mencuri hampir 1,5 miliar UAH untuk pembelian peluru,” kata pernyataan itu.
"Namun, mereka tidak mengirimkan satu pun peluru artileri ke negara kami, dan mengalihkan dana yang diterima, mentransfernya ke rekening lain di Balkan," pernyataan itu mengatakan.
Setelah menerima pembayaran, pegawai perusahaan itu seharusnya mentransfer dana ke bisnis yang terdaftar di luar negeri, yang kemudian akan mengirimkan amunisi ke Ukraina. Namun, barang tidak pernah dikirim dan uangnya justru dikirim ke berbagai rekening di Ukraina dan Balkan, kata penyelidik.
Jaksa Agung Ukraina mengatakan dana tersebut sejak itu telah disita dan akan dikembalikan ke anggaran pertahanan negara.
Lima orang yang terlibat dalam skema tersebut telah diidentifikasi sebagai tersangka dalam seluruh skema penipuan dan akan didakwa sesuai dengan hukum Pidana, demikian disebutkan, menambahkan salah satu tersangka ditahan SBU saat mencoba meninggalkan Ukraina.
Baca Juga: Menhan AS Umumkan Pentagon Kehabisan Dana untuk Bantuan Senjata dan Amunisi bagi Ukraina
Dikatakan mereka yang terlibat dapat dihukum hingga 12 tahun penjara, dengan konfiskasi properti.
Sejak Januari 2023, beberapa pejabat Ukraina entah dipecat atau mengundurkan diri karena Presiden Volodymyr Zelenskyy meluncurkan kampanye anti-korupsi yang luas di negara tersebut.
Penyelidikan ini dilakukan saat Kiev berupaya untuk menindak korupsi dalam upaya mempercepat keanggotaannya di Uni Eropa dan NATO. Pejabat dari kedua blok tersebut telah menuntut reformasi anti-korupsi yang luas sebelum Kiev dapat bergabung dengan mereka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terpilih dengan platform anti-korupsi pada tahun 2019, jauh sebelum invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Baik presiden maupun para pembantunya menggambarkan pemecatan pejabat tinggi baru-baru ini, terutama Ivan Bakanov, mantan kepala Layanan Keamanan Negara, pada Juli 2022, sebagai bukti dari upaya mereka untuk memberantas korupsi.
Pemberantasan korupsi sangat penting jika negara tersebut berharap untuk memajukan aplikasi untuk bergabung dengan Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara, yang telah memulai pembicaraan keanggotaan dengan Kiev bulan lalu.
Para kritikus mengatakan bahwa Ukraina telah lama menderita korupsi yang meluas, tetapi "operasi militer khusus" Rusia disebut telah mengaburkan upaya pemerintah untuk memberantas korupsi.
Sumber : Associated Press / Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.