NEW YORK, KOMPAS.TV - Rusia dan Amerika Serikat (AS) bertikai sengit di Dewan Keamanan PBB terkait perang yang terus berkecamuk di Ukraina, Senin (22/1/2024). Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menuduh Washington berupaya mencuri sumber daya Ukraina.
Lavrov menuding Barat memperpanjang konflik dengan terus memasok senjata kepada pasukan Ukraina yang, katanya, "tidak mampu" memberikan "kekalahan strategis bagi Rusia" atau "setidaknya melemahkan negara saya."
"Kenyataannya adalah meskipun kegagalan total pasukan Ukraina di medan perang, pendukung-pendukung Barat rezim Kiev terus mendorong mereka, mereka seperti orang gila dalam hal ini, terus mendorong untuk melanjutkan konfrontasi militer yang tidak masuk akal," kata Lavrov kepada Dewan Keamanan PBB seperti dilaporkan Anadolu, Selasa (23/1).
Lavrov menduga "sebagian besar" pabrik manufaktur utama Ukraina sudah dijual kepada Washington, dan "tanah subur Ukraina berada dalam sewa tanpa batas" AS.
Robert Wood, wakil utusan AS untuk PBB, menolak tuduhan Lavrov. Ia menyebut tudingan Lavrov sebagai "teori konspirasi dan tuduhan tanpa dasar," yang, katanya, tidak "menghapus fakta pelanggaran Rusia terhadap integritas teritorial Ukraina yang memulai perang ini."
Baca Juga: Lavrov: Rusia Siap Berunding soal Ukraina, tapi Tanpa Gencatan Senjata karena Pernah Dikibuli Kiev
"Ini adalah keinginan Presiden Putin untuk menghancurkan Ukraina dan menundukkan rakyatnya yang memperpanjang perang ini. Rancangan imperialisme Rusia sangat jelas. Dan pertemuan ini adalah upaya lain untuk mengalihkan perhatian dari kejahatan perang dan agresinya," katanya.
"Ini seperti seorang pembakar menyalahkan petugas pemadam kebakaran agar dia bisa melanjutkan kejahatannya. Seiring kemunduran invasinya, Rusia mencari lebih banyak bensin untuk api yang dia nyalakan. Rusia ke Iran dan Korea Utara (DPRK) untuk memperoleh senjata tambahan untuk digunakan melawan Ukraina, kota-kotanya, dan rakyatnya."
Washington dan sekutu internasionalnya menuduh Rusia menggunakan rudal balistik yang dipasok oleh Korea Utara di Ukraina, melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB yang berlaku.
Korea Utara berada di bawah embargo senjata PBB sejak 2006. Sanksi tersebut sejak itu berkali-kali diperketat untuk mencakup impor dan ekspor hampir semua jenis senjata.
AS telah berpendapat Rusia menggunakan perannya sebagai anggota tetap Dewan Keamanan untuk melindungi dirinya dari konsekuensi atas pelanggaran yang diduga tersebut.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.