BRUSSELS, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Uni Eropa menegaskan negara Palestina merdeka adalah satu-satunya jalan perdamaian di Timur Tengah, Senin (22/1/2024). Mereka juga menyatakan keprihatinan atas penolakan yang tegas oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap ide tersebut.
"Pernyataan-pernyataan Benjamin Netanyahu sangat mengkhawatirkan. Akan ada kebutuhan untuk negara Palestina dengan jaminan keamanan bagi semua," kata Menteri Luar Negeri Prancis Stephane Sejourne kepada wartawan di Brussels, tempat menlu negara Uni Eropa bertemu membahas perang di Gaza.
Menlu Israel, Israel Katz, dan Menlu Yordania, Ayman Safadi, juga berada di ibu kota Belgia itu untuk diskusi tersebut.
Isu masa depan Gaza juga telah membuat Israel berseberangan dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutu Arabnya ketika mereka berupaya untuk memediasi demi mengakhiri pertempuran di wilayah Palestina yang terkepung.
Saat tiba di pertemuan, Katz menolak untuk menanggapi ketika ditanya tentang kemungkinan kemerdekaan Palestina. Sambil menunjukkan gambar sandera Israel, Katz mengatakan bahwa ia datang untuk mencari dukungan bagi agresi Israel untuk membongkar Hamas.
"Kita harus mengembalikan keamanan kita. Prajurit kami sedang berjuang dalam kondisi yang sangat sulit," katanya kepada wartawan. Tujuan pemerintah Israel, kata Katz, adalah "mengembalikan sandera dan mengembalikan keamanan bagi warga Israel."
Jumlah kematian warga Palestina akibat perang antara Israel dan Hamas telah mencapai 25.295 warga sipil, kata Kementerian Kesehatan di Gaza. Israel hari Minggu mengumumkan satu lagi dari para sandera yang diambil selama serangan pada 7 Oktober, meninggal.
Uni Eropa adalah penyedia bantuan terbesar di dunia bagi rakyat Palestina, tetapi hanya punya sedikit pengaruh terhadap Israel, meskipun menjadi mitra dagang terbesarnya. Ke-27 negara anggota juga sangat terbagi dalam pendekatan mereka. Namun, seiring bertambahnya jumlah korban di Gaza, juga muncul seruan untuk menghentikan pertempuran.
Baca Juga: Pemimpin Uni Eropa Menuduh Israel Gunakan Hamas untuk Lemahkan Otoritas Palestina
"Gaza berada dalam situasi darurat yang sangat mendesak. Ada risiko kelaparan. Ada risiko epidemi. Kekerasan harus dihentikan," kata Menlu Belgia Hadja Lahbib, yang menjabat sebagai presiden rotasi Uni Eropa.
"Kami menuntut gencatan senjata segera, pembebasan sandera, penghormatan terhadap hukum internasional, (dan) kembali ke proses perdamaian, yang harus mengarah pada pembentukan dua negara yang hidup berdampingan dalam perdamaian," kata Lahbib, menjelaskan solusi dua negara sebagai "cara satu-satunya untuk membentuk perdamaian secara berkelanjutan di wilayah tersebut."
Menteri Eropa ingin mendengar rencana apa yang dimiliki Israel.
"Apa solusi lain yang mereka miliki?" tanya Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell yang memimpin pertemuan tersebut. "Mengusir semua warga Palestina? Membunuh mereka semua?"
Borrell mengecam apa yang ia deskripsikan sebagai kekejaman yang dilakukan Hamas selama serangan luar biasa pada 7 Oktober di selatan Israel. Merujuk kepada tindakan militer Israel, ia mengatakan, "Mereka menanamkan kebencian untuk beberapa generasi."
"Perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara militer," katanya.
Israel tampak jauh dari mencapai tujuannya untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan lebih dari 100 sandera yang tersisa. Tetapi Netanyahu menolak kemerdekaan Palestina dan tampak ingin mengendalikan Gaza tanpa batas waktu.
Perselisihan mengenai masa depan wilayah tersebut, yang terjadi saat perang masih berkecamuk tanpa ujung, menempatkan Uni Eropa, AS, dan sekutu-sekutu Arab mereka melawan Israel dan menjadi hambatan besar bagi rencana pemerintahan atau rekonstruksi pasca-perang di Gaza.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.