Kompas TV internasional kompas dunia

Penerima Hadiah Nobel Bangladesh Muhammad Yunus Dinyatakan Bersalah dalam Kasus Ketenagakerjaan

Kompas.tv - 1 Januari 2024, 22:33 WIB
penerima-hadiah-nobel-bangladesh-muhammad-yunus-dinyatakan-bersalah-dalam-kasus-ketenagakerjaan
Majelis hakim pengadilan Bangladesh hari Senin, (1/1/2024) menjatuhkan hukuman penjara kepada penerima nobel Muhammad Yunus atas kasus ketenagakerjaan, dalam kasus yang dianggap para pendukungnya sebagai memiliki motif politik. (Sumber: AP Photo / Al Jazeera)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Iman Firdaus

DHAKA, KOMPAS.TV - Majelis hakim pengadilan Bangladesh hari Senin, (1/1/2024) menjatuhkan hukuman penjara kepada penerima nobel Muhammad Yunus atas kasus ketenagakerjaan, dalam kasus yang dianggap para pendukungnya sebagai memiliki motif politik.

"Profesor Yunus dan tiga rekan dari Grameen Telecom-nya dinyatakan bersalah atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan dijatuhi hukuman enam bulan penjara sederhana," ungkap jaksa utama Khurshid Alam Khan seperti laporan Al Jazeera, Senin, (1/1/2024).

Khursid menambahkan keempatnya segera diberikan jaminan kebebasan sementara menunggu hasil banding.

Yunus, yang berusia 83 tahun, dikenal sebagai sosok yang telah mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan melalui bank pembiayaan mikro yang inovatif, Grameen Bank. Namun, Yunus menjadi sasaran kritik dari Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang menuduhnya "mengisap darah" kaum miskin.

Hasina beberapa kali melontarkan kritik pedas terhadap pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2006 ini, yang sebelumnya dianggap sebagai saingan politiknya.

Yunus bersama tiga rekannya dari Grameen Telecom, sebuah perusahaan yang ia dirikan, dituduh melanggar hukum ketenagakerjaan karena tidak membentuk dana kesejahteraan pekerja di perusahaan tersebut. Keempatnya dengan tegas membantah tuduhan ini.

"Putusan ini benar-benar luar biasa," ujar Abdullah Al Mamun, seorang pengacara yang mewakili Yunus, kepada AFP. "Kami tidak mendapatkan keadilan."

Yunus kini menghadapi lebih dari 100 tuduhan lainnya terkait pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan dugaan korupsi.

Baca Juga: Wah, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bangladesh Segera Beroperasi, Terima Kiriman Pertama Uranium

Majelis hakim pengadilan Bangladesh hari Senin, (1/1/2024) menjatuhkan hukuman penjara kepada penerima nobel Muhammad Yunus atas kasus ketenagakerjaan, dalam kasus yang dianggap para pendukungnya sebagai memiliki motif politik. (Sumber: Al Jazeera)

Dalam satu pernyataannya pada bulan lalu, Yunus menyatakan dia tidak pernah menerima keuntungan dari lebih dari 50 perusahaan sosial yang didirikannya di Bangladesh, "Mereka bukan untuk keuntungan pribadi saya," tegas Yunus.

Khaja Tanvir, seorang pengacara lain yang mendukung Yunus, menyatakan kasus ini "tidak berdasar, palsu, dan bermotif jahat" seraya menegaskan kasus ini hanya bertujuan untuk melecehkan dan merendahkan nama baik Yunus di mata dunia.

Irene Khan, mantan kepala Amnesty International yang kini bekerja sebagai penasihat khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hadir pada saat putusan hari Senin, menyatakan vonis ini adalah "kecelakaan keadilan".

"Seorang aktivis sosial dan penerima Nobel yang membawa kehormatan dan kebanggaan bagi negaranya sedang dikejar dengan tuduhan yang tidak beralasan," ujarnya.

Bulan Agustus, 160 tokoh dunia termasuk Barack Obama dan Ban Ki-moon, menerbitkan surat bersama mengecam "gangguan hukum yang terus-menerus" terhadap Yunus.


 

Para penandatangan, yang termasuk lebih dari 100 penerima Nobel lainnya, menyatakan keprihatinan mereka terhadap "keamanan dan kebebasan" Yunus.

Kritikus menuduh pengadilan Bangladesh hanya menyetujui keputusan yang dibuat oleh pemerintahan Hasina, yang hampir pasti akan memenangkan masa jabatan lainnya minggu depan dalam pemilihan yang boikot oleh oposisi.

Amnesty menuduh pemerintah "memanfaatkan hukum ketenagakerjaan" ketika Yunus diadili pada bulan September dan menyerukan akhir segera terhadap "gangguan" terhadapnya.

Proses pidana terhadap Yunus, menurut Amnesty, merupakan "bentuk pembalasan politik atas pekerjaan dan sikap tidak setuju yang dia lakukan."




Sumber : Al Jazeera




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x