NEW YORK, KOMPAS.TV - Dewan Keamanan PBB menunda pemungutan suara hingga Selasa, (19/12/2023) waktu New York, atau Rabu waktu Jakarta, terkait resolusi yang disponsori oleh negara-negara Arab yang meminta gencatan senjata di Gaza untuk memungkinkan pengiriman bantuan yang sangat dibutuhkan kepada sejumlah besar warga sipil, sementara anggota-anggota intensifkan negosiasi untuk menghindari veto lain oleh Amerika Serikat.
Dewan Keamanan PBB mengumumkan pemungutan suara pukul 5 sore waktu setempat tidak akan dilaksanakan, dan diplomat mengatakan negosiasi sedang berlangsung agar Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, minimal memberi suara abstain atau memberikan suara setuju terhadap resolusi tersebut.
Isu kunci adalah bagaimana melaksanakan dan mempertahankan operasi bantuan yang sangat dibutuhkan. Badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan pada 14 Desember bahwa 56% rumah tangga di Gaza mengalami tingkat kelaparan "parah," naik dari 38% dua minggu sebelumnya.
Rancangan yang dibahas pada hari Senin pagi meminta "gencatan senjata yang mendesak dan berkelanjutan" untuk akses kemanusiaan dalam pengiriman bantuan.
Namun, diplomat menyatakan bahasa ini kemungkinan akan diubah menjadi "penundaan" dari bentrokan atau sesuatu yang mungkin lebih lemah untuk memuaskan Amerika, kata diplomat tersebut, berbicara dengan syarat anonimitas karena diskusi bersifat pribadi.
AS memveto resolusi Dewan Keamanan pada 8 Desember yang didukung oleh hampir semua anggota dewan dan puluhan negara lain yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.
Majelis Umum PBB yang terdiri dari 193 anggota pada 12 Desember menyetujui resolusi serupa dengan suara 153 negara setuju, 10 negara menolak, dengan 23 negara abstain.
Baca Juga: Mengerikan, Korban Tewas Warga Sipil Gaza yang Dibunuh Serangan Israel Hampir Tembus 20.000 Orang
Keberhasilan resolusi Dewan Keamanan adalah karena sifat hukumnya yang mengikat, tetapi pada praktiknya banyak pihak memilih untuk mengabaikan permintaan dewan tersebut. Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum, tetapi menjadi penanda penting opini dunia.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.