JAKARTA, KOMPAS.TV - Tokoh populis anti-Islam Geert Wilders meraih kemenangan besar dalam pemilu Belanda. Berikut profilnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dalam pemungutan suara pada Kamis (23/11/2023) pagi, Wilders akan menjadi perdana menteri sayap kanan pertama di Belanda, dengan Partai Kebebasan yang dipimpinnya diperkirakan memenangkan 37 kursi dari total 150 kursi parlemen.
Wilders sendiri dikenal sebagai sosok yang selalu mempromosikan anti-Islam dan anti-imigrasi dalam setiap kampanye politiknya.
Lantas seperti apa sepak terjang Wilders di dunia politik?
Dilansir dari Britannica, Geert Wilders lahir pada 6 September 1963 di Venlo, Belanda.
Wilders dikenal sebagai politisi yang menjadi kekuatan berpengaruh di sayap kanan politik negaranya melalui promosi pandangan anti-Islam dan anti-imigrasi . Ia menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Belanda sejak tahun 1998 dan sebagai pemimpinPartai untuk Kebebasan (Partij voor de Vrijheid; PVV) dari tahun 2006.
Wilders dilahirkan dalam keluarga kelas menengah dan dibesarkan di tenggara Belanda, dekat perbatasan Jerman. Ia menempuh pendidikan di sekolah menengah Venlo dan mengikuti serangkaian kelas hukum melalui Universitas Terbuka Belanda.
Antara tahun 1981 dan 1983, ia tinggal di Israel dan menjelajahi seluruh Timur Tengah. Selama kunjungannya ke negara-negara Muslim di kawasan tersebut, Wilders mulai mengembangkan pandangan anti-Islam yang kemudian menjadi ciri khas karir politiknya. Setelah kembali ke Belanda, ia bekerja di industri asuransi kesehatan.
Baca Juga: Tokoh Anti-Islam Geert Wilders Menang Telak di Pemilu Belanda
Pada tahun 1997, ia terpilih sebagai anggota dewan kota Utrecht mewakili Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie; VVD). Tahun berikutnya, Wilders berhasil memenangkan kursi di parlemen.
Meskipun awalnya tidak mencuri perhatian sebagai anggota parlemen, pada awal tahun 2000-an, gelombang sentimen anti-Islam di Belanda memberinya panggung untuk menyuarakan pandangannya.
Pada tahun 2004, pembuat film "Theo van Gogh" dibunuh setelah merilis film pendek "Submission," kolaborasinya dengan aktivis Belanda kelahiran Somalia, Ayaan Hirsi Ali, yang mengkritik peran perempuan dalam masyarakat Muslim.
Dalam sorotan kemarahan publik terkait pembunuhan tersebut, Wilders muncul sebagai tokoh sentral dalam politik sayap kanan, menyebut Islam sebagai "ideologi fasis" dan menyerukan pembatasan imigrasi Muslim ke Belanda.
Dengan mendapatkan perhatian para pendukung politisi populis Pim Fortuyn, yang tewas dibunuh oleh seorang aktivis hak-hak binatang pada tahun 2002, Wilders dengan cepat memperoleh pengikut setia.
Pada tahun 2004, Wilders meninggalkan VVD sebagian sebagai bentuk protes terhadap dukungan partai terhadap aksesi Turki ke Uni Eropa. Dua tahun berikutnya, ia mendirikan PVV.
Partai yang baru ini meraih sembilan kursi pada pemilu parlemen 2006, dan Wilders terus menyampaikan pernyataan publik yang menentang Islam.
Pada tahun 2007, ia mengusulkan larangan terhadap Al-Qur'an di Belanda, dan tahun berikutnya, ia merilis "Fitna" ("Strife"), sebuah film pendek kontroversial yang menghubungkan bagian-bagian Al-Qur'an dengan gambar serangan teroris Islam yang grafis. Karena tidak dapat menemukan distributor komersial, Wilders merilis film tersebut di Internet.
Pada bulan Februari 2009, dia menjadi berita utama ketika ditolak masuk ke Inggris karena dianggap dapat mengancam ketertiban umum (larangan tersebut kemudian dibatalkan).
Baca Juga: Sesumbar Menteri Sayap Kanan Israel saat Datangi Kompleks Masjid Al-Aqsa: Kami yang Berkuasa
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.