AMMAN, KOMPAS.TV - Yordania hari Selasa, (21/11/2023) secara resmi mengumumkan mereka memperkuat pasukan militer di sepanjang perbatasan dengan Israel, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi ketegangan di wilayah tersebut.
"Setiap pemindahan (rakyat Palestina secara paksa) atau menciptakan kondisi yang dapat menyebabkannya, Yordania akan menganggapnya sebagai deklarasi perang dan merupakan pelanggaran nyata terhadap perjanjian perdamaian," kata PM Bisher Khasawneh, merujuk pada perjanjian perdamaian 1994 dengan Israel.
Amman mengeluarkan peringatan keras, menekankan upaya Israel untuk mengusir paksa warga Palestina melintasi Sungai Yordania akan dianggap sebagai pelanggaran dari kesepakatan perdamaian jangka panjang antara kedua negara tersebut, seperti laporan Straits Times, Rabu, (22/112023), menyoroti seriusnya situasi tersebut.
Perdana Menteri Bisher Khasawneh menyatakan negaranya akan menggunakan "segala sarana yang ada" untuk mencegah Israel melaksanakan kebijakan untuk mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat.
Perang di Gaza memunculkan kekhawatiran yang telah lama ada di Yordania, yang menjadi rumah bagi sejumlah besar pengungsi Palestina dan keturunannya.
Pengurus pemerintahan sayap kanan, nasionalis garis keras yang kini ada di pemerintahan Israel telah lama mengusung solusi "Yordania adalah Palestina" terhadap konflik Israel-Palestina.
Israel melancarkan serangan pengeboman besar-besaran ke Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang di selatan Israel.
Tindakan militer Israel telah menewaskan lebih dari 14.000 warga sipil Palestina di Gaza dan membuat sekitar 1,7 juta dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi secara internal.
Baca Juga: Raja Yordania Kembali Keluarkan Peringatan Kemungkinan Meluasnya Perang Gaza
"Hal ini akan mengakibatkan likuidasi dari masalah Palestina dan merugikan keamanan nasional Yordania," tambah Khasawneh.
Yordania, negara Arab kedua setelah Mesir yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel, punya hubungan keamanan yang kuat dengan tetangganya tersebut.
Namun, hubungan ini merosot sejak naiknya pemerintahan sayap kanan paling ekstrem dalam sejarah Israel, "Perjanjian perdamaian akan menjadi sehelai kertas belaka di rak yang tertutup debu jika Israel tidak menghormati kewajibannya dan melanggarnya," ujar Khasawneh.
Ancaman terhadap keamanan nasional Yordania akan "membuka semua opsi," kata Khasawneh, sambil menambahkan penempatan pasukan baru-baru ini di sepanjang perbatasan dengan Israel adalah bagian dari langkah-langkah untuk melindungi keamanan negara.
Warga dan saksi mata melihat kolom besar kendaraan lapis baja dan tank bergerak di sepanjang jalan raya utama yang mengarah ke Lembah Yordania berlawanan dengan Tepi Barat dalam beberapa hari terakhir.
Pejabat mengatakan militer Yordania sudah dalam kewaspadaan tinggi untuk setiap kemungkinan.
Khasawneh mengatakan tindakan Israel di Tepi Barat bisa memicu kekerasan lebih luas, dengan merujuk pada serangan penjajah Israel yang semakin meningkat terhadap warga sipil Palestina sejak serangan pada 7 Oktober.
Washington juga mendesak Israel untuk mengendalikan kekerasan pemukim haram Israel di wilayah Palestina Tepi Barat, khawatir akan konflik yang lebih luas, "Israel harus menjauh dari setiap eskalasi di Tepi Barat... Ini adalah garis merah yang tidak akan diterima oleh Yordania," tambah Khasawneh.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.