UNITED NATIONS, KOMPAS.TV - Amerika Serikat dipandang makin kehilangan kredibilitas dalam membela isu seperti Ukraina, menurut beberapa diplomat, setelah Washington minggu ini menghalangi upaya Dewan Keamanan PBB untuk melindungi nyawa warga Palestina di Gaza dari perang antara Israel dan Hamas.
Veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB memicu kritik keras dari Rusia, China, dan banyak negara berkembang, dan dipandang akan menghalangi usaha Washington untuk mendapat dukungan segera dalam isu hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan.
Pada 2017 dan 2018, Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, dua kali memveto usaha untuk melindungi sekutu mereka, Israel, yang membuat kampanye AS untuk mereformasi Dewan Hak Asasi Manusia PBB menjadi rumit. Washington akhirnya menyerah karena minimnya dukungan.
Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield, membenarkan veto hari Rabu, mengatakan diperlukan waktu lebih lama untuk diplomasi di lapangan karena Presiden Joe Biden dan Sekretaris Negara Antony Blinken tengah mengunjungi wilayah tersebut untuk membantu akses bantuan ke Gaza dan membebaskan sandera yang ditahan oleh Hamas.
Nate Evans, juru bicara Misi AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, hari Jumat menyatakan, "Amerika Serikat dengan tegas berkomitmen untuk segera mengatasi kebutuhan kemanusiaan mendesak warga Gaza, seperti yang ditekankan oleh Presiden Biden dan Menlu Blinken selama kunjungan mereka ke wilayah tersebut."
Namun, setelah berhasil mengisolasi Rusia dalam Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara pada Februari 2022 terkait invasi Ukraina, Washington mungkin harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan dukungan bagi tindakan di masa depan.
Baca Juga: Unit Pasukan Tempur Marinir AS ke Perairan di Dekat Palestina Jelang Serbuan Darat Israel ke Gaza
"Seluruh dunia akan melihat kesamaan antara veto AS ini dengan perilaku Rusia di Ukraina. Moskow dan Beijing akan menekankan hal ini setiap kali ada kesempatan," ujar Richard Gowan, direktur PBB di International Crisis Group.
"Semua orang tahu Israel adalah kasus khusus bagi AS, tetapi pada akhirnya Amerika Serikat menolak sebuah teks yang sangat ringan dan berfokus pada kemanusiaan," kata Gowan. Teks yang diveto mencakup desakan adanya jeda dalam konflik untuk memungkinkan akses bantuan ke Gaza dan agar semua pihak mematuhi hukum internasional.
Israel bersumpah untuk menghancurkan kelompok Hamas yang menguasai Gaza, setelah para kombatannya menyerang wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober dan menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil.
Israel sejak itu melakukan serangan udara ke Gaza dan memberlakukan pengepungan penuh di wilayah tersebut. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 4.000 warga Palestina tewas. PBB melaporkan bahwa lebih dari satu juta orang menjadi pengungsi.
Thomas-Greenfield mengatakan AS kecewa karena rancangan resolusi tidak mencantumkan hak Israel membela diri. Namun, dia tetap membuka pintu untuk tindakan PBB di masa depan, sambil menyatakan dewan "harus melakukannya dengan benar."
Louis Charbonneau, direktur PBB untuk Human Rights Watch, mengatakan, "Jika AS dan pemerintah Barat lainnya ingin meyakinkan seluruh dunia bahwa mereka serius tentang hak asasi manusia dan hukum perang, prinsip-prinsip yang mereka terapkan dengan benar terhadap kekejaman Rusia di Ukraina dan kekejaman Hamas di Israel, harus diaplikasikan juga terhadap ketidakpedulian Israel terhadap kehidupan warga sipil di Gaza."
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.