JAKARTA, KOMPAS.TV - Serangan Israel terhadap Jalur Gaza, wilayah Palestina yang dihuni sekitar dua juta orang, kembali terjadi.
Serangan terbaru negara Zionis itu terjadi usai Hamas, kelompok perlawanan Palestina, melancarkan serangan roket ke wilayah Israel pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Dilansir Al Jazeera, Minggu (8/10/2023), sedikitnya 600 orang tewas dan 2.000 lebih terluka akibat serangan Hamas ke Israel.
Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 313 orang tewas dan hampir 2.000 orang terluka dalam serangan Israel ke Jalur Gaza.
Komandan senior militer Hamas, Mohammed Deif, mengatakan serangan roket menandai awal "Operasi Banjir Al Aqsa". Dia menyerukan warga Palestina melawan pendudukan Israel.
"Kami telah memutuskan, sudah cukup," ujarnya dalam sebuah pesan audio, dikutip Al Jazeera.
"Ini adalah hari pertempuran terbesar untuk mengakhiri pendudukan terakhir yang ada di muka bumi ini."
Baca Juga: Imbauan KBRI Amman untuk WNI di Jalur Gaza dan Tepi Barat, Keadaan Mendesak Hubungi +962779150407
Siklus kekerasan yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang sudah berlangsung puluhan tahun dan blokadenya terhadap Jalur Gaza.
Israel berdiri di atas tanah Palestina pada 1948 dengan mengusir ratusan ribu orang Palestina dari rumah-rumah mereka.
Israel kemudian menduduki wilayah Palestina yang tersisa yaitu Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam Perang Arab-Israel 1967.
Sejak saat itu, Jalur Gaza yang memiliki luas sekitar 365 km persegi berada di bawah kontrol Israel.
Blokade Israel atas Jalur Gaza, dalam bentuknya yang sekarang, telah diterapkan sejak Juni 2007. Israel mengontrol udara, laut, dan darat wilayah tersebut.
Dua dari tiga pintu perbatasan Jalur Gaza dikuasai Israel. Sementara satu lainnya dipegang Mesir.
Baca Juga: Jusuf Kalla soal Israel-Palestina: Serangan Hamas Dilakukan untuk Kebebasan dan Kemerdekaan
Pergerakan manusia masuk dan keluar dari Jalur Gaza ke Israel terjadi di Beit Hanoun (atau warga Israel menyebutnya Erez). Sedangkan pintu perbatasan yang dikendalikan Mesir bernama Rafah.
Israel dan Mesir lebih sering menutup pintu perbatasan, dan bertanggung jawab atas memburuknya situasi ekonomi dan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Menurut data PBB, jumlah warga Palestina yang keluar melalui Beit Hanoun selama 2010-2019 rata-rata sebanyak 287 orang per hari.
Sejak Mei 2018, pintu perbatasan Rafah dibuka dengan jadwal yang tidak menentu. Rata-rata sebanyak 213 orang keluar dari Rafah pada 2019.
Pembatasan pergerakan warga Gaza oleh Israel telah terjadi sejak 1980-an, setelah munculnya gerakan pemberontakan Palestina atau Intifada, yang pertama.
Israel memberlakukan sistem perizinan yang sulit didapatkan oleh warga Palestina yang ingin menuju wilayah Palestina lainnya, yaitu Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Baca Juga: Suporter Glasgow Celtic Bentangkan Bendera Palestina di Stadion, Tegaskan Dukungan untuk Palestina
Sumber : Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.