NIAMEY, KOMPAS.TV - Pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin secara kontroversial ikut merayakan kudeta militer Niger.
Sikap Prigozhin ini berbeda dengan banyak pemimpin dunia, maupun Rusia sendiri yang mengecam dan menyesalkan kudeta militer Niger tersebut. Sebelumnya, kudeta militer dilakukan oleh pasukan pengawal Presiden Mohamed Bazoum, yang menahannya.
Pemimpin kudeta, Jenderal Abdourahmane Tchiani pun kemudian memproklamirkan diri sebagai kepala negara.
Baca Juga: Pasukan Wagner di Belarus Mendekati Perbatasan Polandia, PM Polandia Mulai Ketar-ketir
Kudeta tersebut kemudian mendapatkan dukungan penuh dati militer Niger.
Tak berapa lama, Prigozhin sendiri pada postingan di media sosial, menyalahkan situasi di Niger pada warisan kolonialisme, mengingat Niger pernah dijajah Prancis.
Ia pun menuduh negara Barat mensponsori kelompok teroris di negara itu, meski tanpa bukti.
“Apa yang terjadi di Niger telah berkembang selama bertahun-tahun,” ujarnya dikutip dari CNN, Sabtu (29/7/2023).
“Para mantan penjajah berusaha mengendalikan orang-orang di negara-negara Afrika. Demi menjaga kepentingan mereka, bekas penjajah memenuhi negara-negara ini dengan teroris dan berbagai formasi bandit, sehingga menciptakan krisis keamanan kolosal,” tambahnya.
Ia pun mengagungkan kemampuan Wagner, yang menurutnya selalu berdiri di samping rakyat.
“Rakyat menderita. Ini adalah (alasan) banyaknya cinta terhadap PMC (Perusahaan militer swatas) Wagner, ini merupakan efisiensi tinggi dari PMC Wagner,” ujar Prigozhin.
Baca Juga: Rusia Siap Gunakan Mata Uang Nasional dalam Perdagangan dengan Afrika
“Karena ribuan prajurit PMC Wagner mampu menjalankan perintah dan menghancurkan teroris, menghalangi mereka menyakiti masyarakat negara yang damai,” katanya.
Hal ini pun mensiyalkan adanya keinginan Prigozhin agar Wagner bisa disewa untuk membantu junta militer Niger berkuasa.
Wagner sendiri sudah terbiasa beroperasi di Afrika, dan terlibat dalam kekejaman terhadap penduduk sipil di area tersebut.
Mereka dilaporkan pernah beroperasi di Sudan, Mali dan Republik Afrika Tengah, dimana mereka ditugasnya membantu pasukan pertahanan setempat melawan pemberontakan, dan menekan oposisi.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.