BELGRADE, KOMPAS.TV - Ketegangan antara Serbia dan Kosovo kembali memanas akhir pekan ini setelah kepolisian Kosovo melakukan penggerebekan di daerah yang didominasi oleh warga Serbia di bagian utara wilayah tersebut dan menguasai bangunan pemerintah setempat.
Kosovo adalah bekas provinsi Serbia yang deklarasi kemerdekaannya tahun 2008 tidak diakui pemerintah Belgrade, ibu kota Serbia. Mayoritas penduduk Kosovo adalah etnis Albania, tetapi terdapat minoritas Serbia yang bergejolak di bagian utara negara tersebut yang berbatasan dengan Serbia.
Pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin NATO di Kosovo hari Selasa (30/5/2023) memasang pagar besi dan barikade berduri untuk memperkuat posisi mereka di Kota Zvecan, Kosovo utara setelah terjadi bentrokan dengan warga Serbia di sana yang menyebabkan 30 tentara internasional terluka.
Pasukan penjaga perdamaian menutup gedung pemerintah di Zvecan di mana kerusuhan hari Senin meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kekhawatiran akan ketidakstabilan dan eskalasi konflik di wilayah Balkan, di tengah upaya Barat untuk menyelesaikan perselisihan yang terus berkecamuk.
Ketegangan pertama kali meningkat akhir pekan sebelumnya, setelah pejabat etnis Albania terpilih dalam pemilihan walau ada boikot oleh Serbia yang selanjutnya mencegah pejabat terpilih memasuki gedung-gedung pemerintah setempat.
Ketika warga Serbia mencoba menghalangi mereka, polisi Kosovo menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Sebagai respons, Serbia menempatkan militer negara dalam keadaan siaga tertinggi dan mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Kosovo. Warga Serbia melakukan protes lagi pada hari Senin, dengan menuntut agar walikota etnis Albania dan polisi Kosovo meninggalkan Kosovo utara.
Situasi ini memicu kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya kembali konflik di Kosovo seperti tahun 1998-1999 yang menewaskan lebih dari 10.000 orang dan membuat lebih dari 1 juta orang mengungsi.
Baca Juga: Tersangka Genosida Etnis Albania di Kosovo Ditangkap, 23 Tahun Usai Kejadian
Kosovo adalah wilayah yang didominasi oleh etnis Albania dan dulunya merupakan provinsi Serbia. Kosovo menyatakan kemerdekaannya tahun 2008.
Serbia menolak mengakui status negara Kosovo dan masih menganggapnya sebagai bagian dari Serbia, meskipun Serbia tidak punya kendali resmi di sana.
Kemerdekaan Kosovo telah diakui oleh sekitar 100 negara, termasuk Amerika Serikat, namun Rusia dan China berpihak pada Serbia. Perselisihan ini terus memanas dan menghalangi stabilitas penuh di wilayah Balkan setelah perang berdarah pada tahun 1990-an.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan situasi di Kosovo sangat mengkhawatirkan dan dapat memicu konflik baru di Eropa Tengah.
"Sebuah ledakan besar sedang disiapkan di pusat Eropa, di tempat di mana pada tahun 1999 NATO menyerang Yugoslavia dan melanggar setiap prinsip internasional yang dapat dibayangkan," katanya, seperti yang dilansir oleh agen berita negara Rusia, RIA Novosti.
China mengatakan mereka mengikuti perkembangan tersebut dengan cermat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Nin, mendesak NATO untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah "negara-negara terkait dan benar-benar melakukan apa yang bermanfaat bagi perdamaian regional".
Setelah warga Serbia memboikot pemilihan lokal bulan lalu di Kosovo utara, di mana warga Serbia merupakan mayoritas, walikota etnis Albania yang terpilih memasuki kantor mereka dengan bantuan polisi anti huru-hara Kosovo pada Jumat lalu.
Warga Serbia mencoba mencegah mereka menguasai gedung-gedung tersebut, tetapi polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Hari Senin, warga Serbia terlibat bentrokan sengit dengan pasukan penjaga perdamaian NATO, menyebabkan lebih dari 50 orang warga dan 30 tentara internasional terluka.
Boikot pemilihan tersebut terjadi setelah serentetan pengunduran diri kolektif oleh pejabat Serbia di wilayah tersebut, termasuk staf administrasi, hakim, dan petugas polisi, pada November 2022.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.