BANGKOK, KOMPAS.TV - Partai Move Forward (MFP) yang progresif memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan umum hari Minggu, (14/5/2023) di Thailand dan mengumumkan koalisi bersama lima partai lain yang memberikan 309 dari 500 kursi di DPR Thailand.
Namun, memasang Pita Limjaroenrat, pemimpin MFP, sebagai perdana menteri bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan Senat yang diangkat kubu oleh pro-militer dan pendukung kerajaan punya 250 kursi dan berhak memutuskan bersama dengan Dewan Rendah dalam menentukan siapa yang menjadi perdana menteri, seperti yang dilaporkan oleh Straits Times, Selasa, (16/5/2023). Berikut kemungkinan yang bisa terjadi:
Pita Limjaroenrat menjadi perdana menteri
Setidaknya perlu 376 suara dari 750 anggota Majelis Nasional Thailand untuk memasang seorang perdana menteri. Dalam skenario ini, MFP berhasil meyakinkan setidaknya 67 senator untuk bergabung dengan koalisinya dalam memilih Pita sebagai perdana menteri.
Koalisi pemerintah akan memimpin mayoritas yang dipimpin oleh Pita.
Baca Juga: Partai Oposisi Thailand Unggul dalam Pemilu, Pemimpinnya Mengaku Siap Jadi Perdana Menteri
Prayut menjadi perdana menteri
MFP berjanji untuk mengubah undang-undang les majeste, UU yang mempidanakan penghinaan atau pencemaran nama baik raja, ratu, pewaris tahta, atau keluarga raja dengan hukuman hingga 15 tahun penjara. Ini mungkin tidak disetujui oleh para senator, mengingat kecenderungan mereka yang pro-kerajaan.
Para senator kemudian dapat memilih untuk mendukung Perdana Menteri Caretaker Prayut Chan-o-cha sebagai perdana menteri.
Mantan kepala militer, yang memimpin Thailand sejak 2014 ketika dia menggulingkan pemerintah sipil melalui kudeta militer, adalah kandidat perdana menteri dari partai United Thai Nation (UTN).
Menurut hasil awal, UTN memenangkan 36 kursi, termasuk 23 kursi konstituensi. Dengan dukungan Senat, UTN dapat memasang Prayut sebagai perdana menteri jika mampu mengumpulkan suara dari partai-partai yang sependapat yang punya setidaknya 90 kursi di Dewan Rendah.
Ini akan berarti bahwa Prayut akan memimpin pemerintahan minoritas. Pengaturan seperti ini akan tidak stabil, karena pemerintahannya tidak akan bisa melewati undang-undang atau harus bergantung pada negosiasi yang kompleks untuk melewati setiap undang-undang.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.