PARIS, KOMPAS.TV - Guinea Ekuatorial dan Tanzania melaporkan wabah virus Marburg yang terjadi secara bersamaan. Seperti laporan France24, Rabu, (12/4/2023), lima orang meninggal dunia dari delapan kasus yang dikonfirmasi pada 6 April di Tanzania.
Sementara itu ada 15 kasus Marburg yang dikonfirmasi di Guinea Ekuatorial dengan sebelas dari pasien tersebut meninggal hanya beberapa hari setelah gejala penyakit muncul: muntah, diare, mual dan demam tinggi.
Seberapa berbahaya virus Marburg dan apakah sudah ada vaksin dan pengobatannya, simak penjelasan berikut seperti laporan France24, Rabu, (12/4/2023).
Infeksi virus Marburg jauh lebih berbahaya daripada Ebola karena, berbeda dengan Ebola, tidak ada "vaksin atau pengobatan pasca-paparan," kata Munoz-Fontela.
Tidak ada vaksin karena, sampai sekarang, belum ada "pasar" untuk itu. "Tanpa epidemi Ebola 2014 di Afrika Barat, kita tidak akan memiliki vaksin Ebola," ujarnya, merujuk pada suntikan Everbo yang diciptakan pada tahun 2015.
Epidemi Ebola di Afrika Barat tahun 2014-2016 menewaskan lebih dari 11.000 orang.
WHO mengatakan pada akhir Maret, mereka siap menguji calon vaksin di Guinea Ekuatorial dan Tanzania, mengimplementasikan kebijakan pengembangan vaksin yang cepat yang mereka kembangkan sebagai respons terhadap munculnya epidemi dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, fenomena satu wabah baru setiap tahun sejak tahun 2020 mungkin merupakan produk dari "peningkatan deteksi penyakit menular di Afrika sejak Ebola dan Covid-19," kata Hunter.
Baca Juga: Ghana Konfirmasi 2 Kasus Marburg, Virus Mirip Ebola yang Mematikan, Belum Ada Vaksinnya
Otoritas kesehatan nasional di Afrika semakin menyadari risiko penyebaran virus tersebut dan oleh karena itu mencari secara lebih aktif dan efisien untuk potensi wabah.
Namun, Munoz-Fontela menunjukkan ini tidak selalu memberikan rasa aman, karena hal itu menunjukkan "kita telah melewatkan wabah virus Marburg di masa lalu," artinya virus ini menjangkit tidak sejarang seperti yang sebelumnya dipikirkan.
Sementara itu, kondisi lingkungan menjadi lebih memungkinkan untuk penyebaran virus. "Pemanasan global dan aktivitas manusia lainnya meningkatkan risiko penyebaran penyakit baru," kata Hunter.
Otoritas kesehatan nasional di Afrika semakin menyadari risiko penyebaran virus seperti itu dan saat ini secara aktif mencari potensi wabah secara lebih efisien.
Namun, Munoz-Fontela menegaskan, hal ini tidak selalu menenangkan karena mengindikasikan bahwa "kita telah melewatkan wabah virus Marburg di masa lalu," yang berarti virus ini tidak semirip yang diperkirakan sebelumnya.
Sementara itu, kondisi lingkungan telah menjadi lebih aman untuk penyebaran virus. "Pemanasan global dan kegiatan manusia lainnya meningkatkan risiko penyebaran penyakit baru," kata Hunter.
Sumber : France24/New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.