KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Panglima Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat (AS) Laksamana John Aquilino, Kamis (16/3/2023), menyatakan Washington tidak bermaksud untuk membatasi China, atau mencari konflik di wilayah tersebut, namun akan mengambil tindakan untuk mendukung wilayah tersebut melawan paksaan dan intimidasi oleh rezim otoriter.
Melansir laporan Associated Press, Jumat (17/3/2023), dalam pidatonya di Singapura, Aquilino menyatakan era globalisasi berkembang menjadi salah satu "kompetisi kekuatan besar yang diperbarui" di mana lingkungan keamanan mempengaruhi ekonomi, perdagangan, dan investasi.
"Kekhawatiran saya adalah dasar dari tata dunia yang berdasarkan aturan ini sedang diserang secara langsung oleh rezim otoriter," katanya tanpa menyebutkan negara mana pun, meskipun ia mencatat tindakan terbaru China untuk "mengambil pijakan" di Kepulauan Solomon.
Aliansi keamanan antara China dan Kepulauan Solomon setahun yang lalu membuat banyak orang khawatir bahwa hal tersebut dapat memicu peningkatan militer besar-besaran di Pasifik Selatan.
Aquilino juga menanggapi protes China atas kapal dan pesawat AS di Selat Taiwan, di mana Beijing telah memperbarui ancamannya terhadap Taiwan, yang China klaim sebagai wilayahnya sendiri yang harus dikuasai dengan kekerasan jika perlu.
Meskipun AS tidak mencari konflik atau mendukung kemerdekaan Taiwan, ia mengatakan bahwa militer akan terus "terbang, berlayar, dan beroperasi" di wilayah tersebut untuk menegakkan hak navigasi dan kebebasan semua negara.
"Kekuatan revisionis berupaya mengganggu dan menggantikan sistem saat ini dengan cara yang menguntungkan diri mereka sendiri dan merugikan orang lain. Mereka menggunakan paksaan dan intimidasi untuk mencapai tujuan mereka dan mereka membenarkan tindakan mereka di bawah teori 'kekuatan adalah segala-galanya,'" katanya.
Baca Juga: Emmanuel Macron Ingin Bertemu Jokowi, Prancis Punya Kepentingan di Indo-Pasifik
"Mereka membuat klaim wilayah yang berlebihan dan ilegal yang tidak didasarkan pada apa pun selain sejarah revisisionis. Mereka memberdayakan badan penegak hukum untuk meresahkan negara-negara yang beroperasi secara legal di zona ekonomi eksklusif mereka sendiri. Mereka melanggar komitmen formal. Mereka mengabaikan putusan hukum internasional. Mereka menghindari persyaratan yang diatur oleh Piagam PBB," katanya, merujuk pada tindakan agresif China di Laut China Selatan dan meningkatnya intrusi China ke dalam zona pertahanan udara Taiwan.
Aquilino mengatakan bahwa China memiliki peran dalam dunia jika ia patuh pada tata dunia yang berdasarkan aturan, terutama terkait dengan Korea Utara.
Pada tahun 2022, Pyongyang meluncurkan 70 misil, yang Aquilino sebut sebagai tindakan yang paling provokatif dalam sejarah. Dia mencatat pada hari Kamis sebelumnya, Korea Utara meluncurkan rudal balistik antarbenua beberapa jam sebelum pemimpin Korea Selatan dan Jepang bertemu di Tokyo.
Tindakan Pyongyang mengancam Korea Selatan dan Jepang, dan mereka "telah mengembangkan kemampuan untuk mengancam Amerika Serikat juga," kata Aquilino.
"Ia membuat situasi tidak stabil, tidak dapat diprediksi, dan berlanjut, dan tidak melambat. Potensi untuk Republik Rakyat China membantu untuk membujuk Korea Utara dari melaksanakan tindakan-tindakan ini akan sangat membantu," tambah Aquilino, menggunakan nama resmi dari China dan Korea Utara.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.