ANTAKYA, KOMPAS.TV — Ribuan korban selamat bencana gempa Turki dan Suriah berkerumun di sekitar api unggun. Mereka membutuhkan makanan dan air dalam cuaca musim dingin, tiga hari setelah gempa dan serangkaian gempa susulan yang melanda Turki dan Suriah.
Hingga malam ini dilaporkan gempa tersebut menewaskan lebih dari 17.000 orang di kedua negara, seperti laporan Associated Press, Kamis, (9/2/2023).
Tim penyelamat melanjutkan ikhtiar untuk menarik lebih banyak korban selamat dari puing-puing, dibayangi menipisnya waktu untuk bertahan bagi korban yang masih terperangkap dalam puing.
Sementara kisah-kisah penyelamatan ajaib banyak ditemukan dan membangkitkan semangat di tengah kondisi suram dari kesulitan yang dihadapi puluhan ribu orang yang selamat dari bencana.
Di kota Antakya, Turki, misalnya, puluhan orang berebut meminta bantuan di depan sebuah truk yang membagikan mantel anak-anak dan perbekalan lainnya.
Ahmet Tokgoz, seorang korban selamat, meminta pemerintah mengevakuasi warga dan korban selamat dari wilayah yang hancur. Sementara puluhan ribu orang yang kehilangan rumah terpaksa mencari tempat berlindung di tenda, stadion, dan akomodasi sementara lainnya, yang lain menghabiskan malam di luar ruangan sejak gempa berkekuatan 7,8 hari Senin.
“Terutama dalam cuaca sedingin ini, tidak mungkin untuk tinggal di sini,” katanya. “Orang-orang menghangatkan diri di sekitar api unggun, tetapi api unggun hanya mampu menghangatkan secara terbatas. Jika korban tidak mati karena terjebak di bawah puing-puing, mereka akan mati kedinginan.” kata Ahmet Tokgoz.
Baca Juga: Ini Rincian Bantuan Darurat Pemerintah Indonesia yang Disiapkan ke Lokasi Gempa Turki dan Suriah
Sementara itu, truk bantuan PBB pertama yang memasuki Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak dari arah Turki tiba Kamis pagi (9/2/2023).
Organisasi bantuan yang lebih kecil sudah melakukan pengiriman bantuan, namun PBB hanya diberi wewenang untuk mengirimkan bantuan melalui satu perlintasan perbatasan dan kerusakan jalan sejauh ini menghambat kecepatan pengiriman bantuan.
Cuaca musim dingin, kerusakan jalan dan bandara akibat gempa menghambat tanggap darurat di seluruh wilayah yang dirundung satu dekade perang saudara di Suriah.
Konflik itu membuat jutaan orang mengungsi di Suriah dan membuat banyak orang bergantung pada bantuan kemanusiaan, sementara jutaan lainnya melintasi perbatasan ke Turki untuk mencari perlindungan.
Beberapa warga di Turki mengeluhkan respon yang dianggap terlalu lambat. Presiden Recep Tayyip Erdogan sendiri dijadwalkan untuk melanjutkan turnya ke daerah-daerah yang hancur hari Kamis ini dan berusaha mengecilkan kritik yang datang kepadanya.
Sementara itu, tim tanggap darurat dan tim penyelamat di kedua sisi perbatasan bekerja sepanjang malam mencari korban selamat. Para ahli mengatakan waktu bertahan hidup berlalu dengan cepat bagi mereka yang terjebak di bawah reruntuhan atau tidak dapat memperoleh kebutuhan dasar. Pada saat yang sama, mereka mengatakan terlalu dini untuk membunuh harapan bertahan hidup bagi para korban.
Baca Juga: 2 WNI Asal Denpasar Jadi Korban Tewas Gempa Turki, Ditemukan Tewas Bersama Anak Balita dan Suami
Mereka yang Bertahan di Reruntuhan
Di kota Elbistan, Turki, tim penyelamat membentuk rantai manusia saat mereka menggali melalui bangunan yang runtuh, mendesak semua orang untuk diam agar bisa mendengar teriakan minta tolong mereka yang selamat namun terjebak reruntuhan. Namun kini mereka semakin sering mengeluarkan jenazah dari bawah reruntuhan.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.