NEW YORK CITY, KOMPAS.TV - Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed meminta negara-negara Muslim bersatu dalam upaya memodernisasi Taliban agar bergerak "dari abad ke-13 ke abad ke-21". Ini menyoal hak-hak perempuan dan anak perempuan, terutama hak mendapat pendidikan dan hak mencari nafkah menghidupi diri sendiri dan keluarga.
Seperti laporan Arab News, Kamis (26/1/2023) malam, Amina Mohammed berbicara setelah kembali dari kunjungan resmi dua minggu ke Afghanistan. Di sana, dia berusaha membujuk para pejabat Taliban untuk membatalkan keputusan menutup akses perempuan dan anak perempuan Afghanistan ke pendidikan di atas kelas enam sekolah dasar dan melarang perempuan bekerja untuk organisasi kemanusiaan.
Amina Mohammed adalah pejabat perempuan berpangkat tertinggi di PBB. Dia mengatakan kepada Arab News bahwa pemerintah Taliban, yang tidak diakui oleh negara lain, sangat membutuhkan pengakuan internasional dan ingin menduduki kursi Afghanistan di PBB, yang masih dipegang pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh mantan Presiden Ashraf Ghani.
Pejuang Taliban menguasai ibu kota Kabul pada 15 Agustus 2021, setelah pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO mundur dari Afghanistan setelah perang selama 20 tahun.
Penting untuk memaksimalkan pengaruh apa pun yang tersedia untuk mengarahkan Taliban menuju prinsip-prinsip universal yang mendukung partisipasi dalam komunitas internasional, kata Mohammed.
“Tidak ada yang keberatan dengan negara Muslim atau Syariah,” kata Amina, “Tapi semua ini tidak bisa direkayasa ulang menjadi ekstremisme dan mengambil pandangan yang merugikan perempuan dan anak perempuan. Ini benar-benar tidak dapat diterima dan kita harus menahannya.”
Amina Mohammed menceritakan, pejabat Taliban yang dia temui "berbicara hanya membaca naskah" dan menyoroti apa yang mereka anggap sebagai pencapaian mereka dalam melindungi perempuan Afghanistan, lalu mereka mengeluh bahwa Taliban tidak mendapat pengakuan internasional.
Baca Juga: Tegang! Perpecahan Internal Taliban Kian Runcing akibat Pembatasan Hak Perempuan, Pasukan Disiagakan
Mohammed mengatakan dia dan delegasinya menentang narasi Taliban ini, memberi tahu mereka "definisi (Taliban) tentang perlindungan (bagi perempuan) bagi dunia adalah definisi tentang penindasan."
Dia menambahkan, “Kami mengingatkan mereka bahwa dalam prinsip kemanusiaan, nondiskriminasi adalah bagian penting… dan mereka menghapus perempuan dari tempat kerja."
“Kami mengingatkan mereka bahwa bahkan dalam kasus di mana mereka berbicara tentang hak (dan) dekrit yang telah mereka umumkan untuk melindungi perempuan, mereka memberikan hak dengan satu tangan dan mengambil hak dengan tangan yang lain, dan itu tidak dapat diterima.”
Mohammed mengatakan dia sudah habis kesabaran dan sudah menggunakan semua yang dia miliki di "kotak peralatan" diplomatiknya untuk mencoba membela dan memulihkan hak-hak perempuan di Afghanistan.
“Salah satu (alat) itu adalah memberi tahu mereka bahwa saya, seperti mereka, adalah seorang Muslim Sunni,” katanya. “Mereka mazhab Hanafi, saya mazhab Maliki dan keduanya benar."
“Namun, dalam hal mencegah pendidikan perempuan dan hak-hak mereka, kami tidak sependapat tentang hal itu dan hakim terakhir adalah Tuhan. Dan banyak dari apa yang mereka lakukan merugikan orang."
Sebelum tiba di Kabul, delegasi Mohammed mengunjungi negara-negara mayoritas Muslim lainnya, termasuk Turki, Indonesia, dan Arab Saudi, di mana dia mengatakan ada penentangan luas atas serangan Taliban terhadap hak-hak perempuan.
“Setiap kali saya pergi ke salah satu negara Muslim ini, mereka memperkuat fakta bahwa Islam tidak melarang perempuan dari pendidikan atau tempat kerja,” katanya.
Baca Juga: Kisah Mahasiswi Sendirian Melawan Taliban, Acungkan Poster Bertuliskan Iqra! Bacalah!
Mohammed membahas dengan pejabat Taliban di Kandahar kemajuan di Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir tentang hak-hak perempuan, dan mereka dengan cepat menanggapi bahwa mereka "tidak berada di halaman yang sama" dengan Kerajaan Arab Saudi dalam masalah ini.
“Jadi sangat penting negara-negara Muslim bersatu dan membangunnya,” katanya. “Ini sulit; kita tidak punya semacam Paus dalam Islam, kita punya Al-Qur'an dan kita punya aliran pemikiran yang berbeda, tetapi kita punya hak dalam Islam," ujar Amina Mohammed.
“Saya mengingatkan Taliban (jika) perempuan bergerak dalam bisnis (yang sedang kita bicarakan), seperti istri pertama Rasulullah… yang seorang pengusaha perempuan dan mendanai Islam. Khadijah mendanai Islam. Jika datang untuk mendapatkan lebih banyak ilmu dan nasehat dan petunjuk, maka itu adalah istri yang lebih muda, Aisyah, yang memberikan itu."
“'Iqra' (baca) adalah kata pertama dalam Al-Qur'an dan (Islam) adalah agama cahaya. Itu adalah agama yang hidup dan saya pikir banyak hal yang harus kita tangani adalah bagaimana kita (memindahkan) Taliban dari abad ke-13 ke abad ke-21. Dan itu adalah sebuah perjalanan, jadi tidak terjadi hanya dalam semalam.”
Mohammed mengatakan, diusulkan bahwa PBB dan 57 anggota Organisasi Kerjasama Islam OKI menjadi tuan rumah bersama konferensi internasional bulan Maret nanti, yang berfokus pada perempuan di dunia muslim. Dia mengatakan juga sudah meminta lebih banyak perempuan diikutsertakan dalam delegasi OKI.
“Sangat penting bahwa negara-negara muslim bersatu,” katanya, “Kita harus melakukan perlawanan," tegas Amina.
“Kita harus, dalam Islam, berbicara lebih banyak kepada orang-orang tentang apa artinya moderat, tidak hanya untuk Afghanistan, tetapi narasi negara-negara muslim lainnya di mana kita mengalami penolakan besar, apakah itu Iran atau Yaman. Kita harus jelas bahwa ini tentang perempuan di dunia muslim.”
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.