LONDON, KOMPAS.TV – Pertarungan Rusia- Ukraina sesungguhnya saat ini sengit di meja ekonom dan para pemodal. Mencuat isu model ekonomi pasca perang, sumber daya alam, rekonstruksi, hingga siapa siapa dan untungnya buat siapa.
Rudal Rusia yang menghujani berbagai fasilitas energi, pembangkit listrik, sekolah, dan jalan, memunculkan visi tentang rekonstruksi Ukraina pascaperang.
Pertempuran sengit antar ide itu telah dimulai tentang bagaimana mengelola pembangunan kembali Ukraina, yang akan menjadi proyek paling besar di Eropa sejak akhir Perang Dunia II. Demikian laporan New York Times, Jumat, (9/12/2022).
Tidak hanya itu, pertempuran antar ide saat ini akan menentukan siapa penguasa ekonomi dan sumber daya alam Ukraina pascaperang.
Perdebatan tersebut melibatkan para kepala negara dan para pemimpin kelompok kemanusiaan, universitas dan bank dari seluruh dunia.
Mereka mewakili pemerintah, organisasi, dan perusahaan yang siap menyumbangkan atau meminjamkan, ulangi, meminjamkan ratusan miliar dolar yang mungkin dibutuhkan, serta mereka yang mengambil untung darinya.
Perhatian untuk menyelamatkan kota dan infrastruktur Ukraina yang rusak sebagian besar terfokus pada biaya, dari mana duitnya, siapa yang dapat untung, dan siapa yang akan menguasainya.
Perselisihan tentang kerangka kerja, yang diharapkan akan menjadi dasar restrukturisasi itu, terjadi di bawah permukaan dan kurang mendapat perhatian publik.
Baca Juga: Putin Disebut Miliki Rencana Kabur Jika Kalah Perang dengan Ukraina, Negara Ini Jadi Tujuan
Pergeseran apa pun di Ukraina dari masa perang ke ekonomi masa damai menjanjikan hal penuh gejolak.
Pertempuran ide ekonomi Ukraina pascaperang mengadu gagasan seperti ide tentang pemerintah pusat yang kuat, yang mengatur pengeluaran dengan tangan yang lebih ketat berhadapan dengan ide tentang pemerintah yang tidak ikut-ikut, dengan peraturan yang lebih ringan dan pasar bebas yang sebebas-bebasnya mendominasi.
Terlepas dari itu ada transisi rumit lainnya yang meski mungkin kurang menonjol namun perlu dinavigasi secara bersamaan.
Di sisi lain, tiga dekade berlalu sejak Ukraina memperoleh kemerdekaannya, tetapi warisan Soviet tetap ada. Hal itu terlihat dari jalur suplai dan jaringan transportasi yang tercipta saat Kiev dan Moskow menjadi bagian dari satu negara.
Ukraina dirancang dan dilengkapi dengan desain, mesin, dan infrastruktur era Soviet yang dalam banyak hal tidak terhubung ke Eropa. Misalnya, ukuran rel kereta api Ukraina berbeda dari ukuran Eropa, yang berarti kereta api tidak dapat melintasi perbatasan dengan mudah.
Kurangnya integrasi ada di sektor demi sektor. Suku cadang untuk segala sesuatu mulai dari reaktor nuklir hingga lemari es yang sebelumnya dipasok oleh Rusia harus didatangkan dari tempat lain.
Yang lebih menantang bagi sebagian ekonom dan pemodal berorientasi cuan adalah warisan dari transisi Ukraina yang cacat dan tidak lengkap menuju ekonomi pasar yang modern dan demokratis setelah pecahnya Uni Soviet.
Baca Juga: Sekjen NATO: Rusia Kurangi Gempuran ke Ukraina demi Siapkan Serangan Akbar Musim Semi Tahun Depan
Bagian dari dunia komersialnya menurut mereka telah diganggu oleh korupsi dan kronisme. Dan Ukraina belum menciptakan jenis institusi politik tangguh yang menopang standar pemerintahan yang ditetapkan oleh Uni Eropa, yang kemungkinan besar akan menjadi mitra dagang terbesarnya jika perang dimenangkan.
Kurangnya sektor publik yang menurut ekonomi barat akuntabel, transparan, dan andal ini merupakan inti dari sebagian besar perdebatan tentang seperti apa Ukraina seharusnya dan siapa yang dapat mengambil keputusan tersebut.
“Ada pandangan idealis bahwa pemerintah dapat mengarahkan sumber daya dan rakyat akan ikut,” kata Yuriy Gorodnichenko, seorang ekonom di University of California, Berkeley. “Sebagai seseorang yang dibesarkan di Ukraina,” tambahnya, “bukan begitu cara kerjanya.”
“Pemerintah tidak punya kapasitas untuk mengatur,” katanya. “Tidak punya birokrasi yang profesional dan terlatih.”
Gorodnichenko berkontribusi pada laporan tentang rekonstruksi Ukraina untuk Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi di London, sebuah jaringan ekonom independen.
Rekomendasi kelompok itu sangat luas, tetapi di antaranya adalah seruan untuk “deregulasi aktivitas ekonomi secara radikal”, diantaranya dengan sepenuhnya mengandalkan pasar untuk mendistribusikan sumber daya dan memandu ekonomi, melonggarkan undang-undang perburuhan, dan pergeseran kontrol politik dan ekonomi dari pemerintah pusat ke daerah.
Panggilan semacam itu telah memicu alarm peringatan dimana-mana.
Baca Juga: PM Finlandia Akui Dukungan AS Penting untuk Melawan Invasi Rusia ke Ukraina: Eropa Tak Cukup Kuat
“Saya merasa terkesima,” kata Joseph Stiglitz, ekonom di Universitas Columbia dan peraih Nobel. Dia khawatir jenis pendekatan neoliberal dimana negara lepas tangan, yang menurutnya justru membawa ketidaksetaraan, degradasi lingkungan, dan perumahan yang tidak memadai serta perawatan medis yang buruk di Amerika Serikat dan negara lain, justru sedang dipromosikan sebagai model terbaik untuk Ukraina.
Ukraina jelas dalam mode krisis, berjuang untuk memberi makan, menampung, dan menghangatkan penduduk selama musim dingin saat berperang. Bertahan hidup adalah prioritas.
Rekonstruksi pascaperang diperkirakan akan memakan waktu setidaknya satu dekade. Namun, Stiglitz mengatakan keputusan yang dibuat hari ini dapat membentuk apa yang terjadi selama waktu itu.
Perubahan terbaru pada undang-undang perburuhan yang disetujui oleh Parlemen Ukraina menjadi titik fokus dari perbedaan tersebut.
Stiglitz dan kritikus lainnya memperingatkan perlindungan pekerja sedang dibongkar habis, seraya mencatat pengusaha dan pemilik modal diberi lebih banyak kelonggaran untuk mengatur jam kerja, mengubah kondisi kerja dan memberhentikan pekerja sambil melemahkan daya tawar serikat pekerja.
Ukraina saat ini justru mempreteli perlindungan tenaga kerja saat Uni Eropa justru memperkuat kewajiban hukum untuk mempromosikan perundingan bersama antara buruh dan pemilik modal, kata Luke Cooper, seorang ekonom di London School of Economics.
Keberhasilan militer dan ekonomi bergantung pada penerimaan dari warga, dan upaya itu akan terhambat jika pekerja merasa perlindungan mereka melemah dan upah diturunkan.
Baca Juga: Bertemu Jokowi, Zelenskyy Ajak Pengusaha Indonesia Bantu Rekonstruksi Ukraina Pasca-Perang
Namun, bagi para pendukung, modifikasi tersebut merupakan perombakan yang sangat dibutuhkan dari aturan era Soviet yang sklerotik dan ketinggalan zaman.
Peraturan ketenagakerjaan yang lama, kata Gorodnichenko, mewajibkan majikan untuk mempertahankan orang-orang dalam daftar gaji bahkan jika seluruh pabrik telah dihancurkan atau para pekerja telah meninggalkan negara itu beberapa bulan sebelumnya.
"Apa yang kami katakan dalam laporan itu sama sekali tidak kontroversial di Ukraina," katanya. "Situasinya sangat mengerikan, sesuatu harus berubah."
Tymofiy Mylovanov, seorang profesor di Kyiv School of Economics dan mantan menteri pemerintah yang juga berkontribusi pada makalah kebijakan pusat, mengatakan dorongan untuk deregulasi tidak disebabkan oleh kepercayaan buta pada ekonomi pasar, melainkan kekhawatiran bahwa lembaga publik tidak berkembang secara cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipanggul.
Ketidakbecusan dan korupsi sangat mewabah baik di sektor swasta maupun publik, demikian diakui Mylovanov, dan keseimbangan harus dicari untuk membasminya.
Biro Antikorupsi Nasional Ukraina baru-baru ini menuduh seorang pengembang properti dan mantan anggota parlemen menawarkan suap sebesar 22 juta euro kepada walikota Dnieper untuk mendapatkan kontrak pembangunan sistem kereta bawah tanah kota tersebut.
“Ketahanan ekonomi Ukraina akan datang dari kerja sama,” kata Mylovanov, “dari lembaga pasar dan lembaga negara yang bekerja sama”. Namun cakupan tugasnya membingungkan.
Baca Juga: Ternyata Ini Biang Kerok Badai PHK Startup: Bunga Acuan, Inflasi, dan Perang Rusia-Ukraina
Ukraina baru-baru ini memukul mundur pasukan Rusia, tetapi kecepatan serangan dan kehancuran akibat serangan Rusia terhadap warga sipil dan infrastruktur makin meningkat, dimana Moskow menargetkan fasilitas listrik, depot bahan bakar, dan saluran air.
Beberapa kota hampir musnah, dan kehancuran terjadi di seluruh negeri, memengaruhi pabrik, rumah, kantor, saluran telepon, rumah sakit, gereja, gudang, pelabuhan, rel kereta api, dan lahan pertanian.
Menutur Bank Dunia, Produk Domestik Bruto Ukraina diperkirakan akan turun 45 persen tahun ini.
Hampir 8 juta orang mencari perlindungan sementara di luar negeri, sementara 7 juta orang di dalamnya mengungsi. Layanan pendidikan, sosial dan kesehatan perlu dipulihkan bersama dengan infrastruktur fisik.
Perkiraan total biaya sangat bervariasi dan masih diperbarui. Selama musim panas, perdana menteri Ukraina menetapkan biaya rekonstruksi sebesar US$750 miliar (S$1,01 triliun). Setiap hari perang berlanjut, angka itu meningkat.
Bahkan jika sebagian besar biaya itu ditanggung oleh negara lain dan organisasi global, Ukraina diperkirakan akan menumpuk utang besar dan akan membutuhkan ekonomi yang sehat ketika pertempuran berakhir untuk pemulihan yang berkelanjutan.
Sumber : Kompas TV/New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.