SEOUL, KOMPAS.TV — Kim Yo-jong, saudara perempuan berpengaruh dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Selasa (22/12/2022), memperingatkan Amerika Serikat (AS) akan menghadapi "krisis keamanan yang lebih fatal" karena mendesak PBB mengecam uji coba rudal balistik Korea Utara baru-baru ini.
Seperti dilansir Associated Press, peringatan Kim Yo-jong disampaikan beberapa jam setelah Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan (DK) PBB menyatakan bahwa AS akan mengedarkan usulan pernyataan Presiden DK PBB yang mengutuk peluncuran rudal Korea yang dilarang dan aktivitas destabilisasi lainnya.
Usai pertemuan, Thomas-Greenfield juga membacakan pernyataan 14 negara yang mendukung tindakan untuk membatasi kemajuan program persenjataan Korea Utara.
Kim Yo-jong, yang secara luas dianggap sebagai orang terkuat kedua di Korea Utara setelah kakaknya, mengecam AS karena mengeluarkan apa yang disebutnya sebagai "pernyataan bersama yang menjijikkan bersama dengan rakyat jelata seperti Inggris, Prancis, Australia, Jepang, dan Korea Selatan."
Kim membandingkan AS dengan "anjing menggonggong yang diliputi ketakutan."
Dia mengatakan Korea Utara akan menganggap pernyataan yang dipimpin AS sebagai "pelanggaran sewenang-wenang terhadap kedaulatan kami dan provokasi politik yang serius."
"AS harus sadar, tidak peduli seberapa keras upayanya untuk melucuti senjata (Korea Utara), ia tidak akan pernah dapat mencabut hak (Korea Utara) untuk membela diri, dan semakin kuat ia bertindak anti-(Korea Utara), (ia) akan makin menghadapi krisis keamanan yang lebih fatal," katanya dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah.
Baca Juga: Korea Selatan Sukses Lakukan Uji Pencegatan Rudal Jarak Jauh
Pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Senin diadakan sebagai tanggapan atas peluncuran peluru kendali balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara pada Jumat sebelumnya. Peluncuran rudal itu merupakan bagian dari uji coba rudal provokatif tahun ini yang menurut para ahli dirancang untuk memodernisasi persenjataan nuklir Korea Utara dan meningkatkan pengaruhnya dalam diplomasi masa depan.
Uji coba pada Jumat lalu itu melibatkan rudal Hwasong-17 yang paling kuat. Beberapa ahli mengatakan, peluncuran rudal dengan sudut curam yang berhasil itu membuktikan potensinya untuk menyerang di mana saja di daratan AS jika ditembakkan pada lintasan standar.
Selama pertemuan Dewan Keamanan PBB, AS dan sekutunya mengkritik keras peluncuran ICBM dan menyerukan tindakan untuk membatasi program nuklir dan misil Korea Utara.
Tetapi, Rusia dan China, keduanya anggota Dewan Keamanan yang memiliki hak veto, menentang setiap tekanan dan sanksi baru terhadap Korea Utara.
Pada bulan Mei, kedua negara memveto upaya yang dipimpin AS untuk memperketat sanksi terhadap Korea Utara atas uji coba rudal balistik sebelumnya, yang dilarang oleh resolusi Dewan Keamanan PBB.
Korea Utara mengatakan, kegiatan pengujiannya adalah latihan yang sah dari haknya untuk membela diri sebagai tanggapan atas latihan militer reguler antara AS dan Korea Selatan yang dipandang sebagai latihan invasi.
Baca Juga: Kim Jong-Un Ingin Perkuat Persenjataan Korea Utara di Luar Angkasa, Bentuk Departemen Baru
Pejabat Washington dan Seoul mengatakan latihan itu bersifat defensif.
Kim Yo Jong mengatakan, fakta bahwa peluncuran ICBM Korea Utara dibahas di Dewan Keamanan adalah "bukti penerapan standar ganda" oleh badan PBB itu karena "menutup mata" terhadap latihan militer AS-Korea Selatan.
Dia mengatakan Korea Utara tidak akan menoleransi setiap upaya untuk melemahkan haknya untuk membela diri dan akan mengambil "tindakan balasan terberat sampai akhir" untuk melindungi keamanan nasionalnya.
Pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui menyebut Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebagai "boneka AS".
Ada kekhawatiran bahwa Korea Utara akan segera melakukan uji coba nuklir pertamanya dalam lima tahun.
Status kemampuan nuklir Korea Utara tetap dirahasiakan.
Beberapa analis mengatakan Korea Utara sudah memiliki rudal bersenjata nuklir yang dapat menyerang daratan AS dan sekutunya Korea Selatan serta Jepang. Tetapi, yang lain mengatakan Korea Utara masih bertahun-tahun lagi untuk memiliki rudal semacam itu.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.