NEW YORK, KOMPAS.TV — Presiden Iran Ebrahim Raisi menegaskan Iran serius ingin menghidupkan kembali kesepakatan untuk membatasi program nuklirnya, Rabu (21/9/2022). Tetapi, Raisi mempertanyakan apakah negara itu dapat mempercayai komitmen Amerika Serikat (AS) pada kesepakatan akhirnya.
Tahun 2018, mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan yang ditengahi oleh pemerintahan Obama.
Tindakan Trump itu menyebabkan Teheran secara bertahap meninggalkan setiap batasan perjanjian yang dikenakan pada program pengayaan nuklirnya.
Seperti laporan Associated Press, Ebrahim Raisi berpidato di Majelis Umum PBB ketika pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir mendekati momen terima atau tinggalkan.
“Keinginan kami hanya satu: ketaatan terhadap komitmen,” kata Presiden Iran Ebrahim Raisi, seraya mencatat bahwa AS yang menarik diri dari perjanjian itu.
Raisi di Majelis Umum PBB bertanya apakah Iran dapat "benar-benar percaya tanpa jaminan" bahwa AS akan memenuhi komitmennya kali ini.
Baca Juga: Nyanyi Kematian untuk Diktator: Bisakah Gelombang Protes Mahsa Amini Tumbangkan Rezim Teokrasi Iran?
Pejabat Uni Eropa memperingatkan jendela untuk mengamankan kesepakatan akan segera ditutup.
Perjanjian 2015 memberlakukan pembatasan pada program nuklir Iran dengan imbalan miliaran dolar dalam bantuan sanksi, yang ditegaskan Teheran tidak pernah diterima.
"AS menginjak-injak kesepakatan nuklir," kata Raisi, yang baru dilantik sebagai presiden setahun lalu.
Pidato Raisi menandai pertama kalinya dia naik podium di PBB dalam perannya sebagai presiden.
Tahun lalu, ia menyampaikan sambutan kepada majelis umum PBB secara virtual karena pembatasan Covid-19.
Raisi juga mengecam apa yang dia katakan sebagai pengawasan yang berat sebelah terhadap kegiatan nuklir Iran, sementara program nuklir negara lain tetap dirahasiakan, mengacu pada Israel.
Sumber : Kompas TV/ Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.