MANILA, KOMPAS.TV - Penyintas penyiksaan dan kejahatan-kejahatan lain selama rezim diktator Ferdinand Marcos menggelar aksi memperingati 50 tahun deklarasi darurat militer oleh sang diktator pada Rabu (21/9/2022).
Penyintas mendesak Presiden Filipina saat ini, Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. untuk meminta maaf atas kekejaman sang ayah sekaligus presiden pendahulunya.
Ferdinand Marcos menetapkan darurat militer di Filipina pada September 1972, setahun sebelum masa jabatannya secara resmi selesai. Peristiwa ini menandai awal belasan tahun kediktatoran Marcos, masa ketika lebih dari 3.000 orang dibunuh dan lebih dari 35.000 orang disiksa.
Baca Juga: Jokowi Bertemu Presiden Filipina Ferdinan Marcos Junior, Ini 5 Sektor Kerja Sama yang Diperkuat
Marcos sendiri kemudian digulingkan oleh pemberontakan sipil yang disokong militer pada 1986. Ia menjadi eksil di Amerika Serikat (AS) dan tewas pada 1989.
Selama pengasingan, Marcos membantah segala tuduhan kejahatan yang dialamatkan kepadanya, termasuk tuduhan bahwa ia, keluarga, dan kroninya menggondol 5 hingga 10 miliar dolar AS selama berkuasa.
Pada Rabu (21/9), aktivis menggelar demonstrasi di jalanan, konser musik, dan nonton bareng film dokumenter di Universitas Filipina.
Aktivis menyebut aksi hari ini ditujukan untuk mencegah terulangnya penyelewengan kekuasaan seperti ketika ayah Bongbong Marcos berkuasa.
Bagi kebanyakan penyintas rezim Marcos, kini umumnya berusia 70-an atau 80-an tahun, peringatan ini membawa kembali trauma dan kenangan pedih tentang sesama korban yang dibunuh negara atau dihilangkan secara paksa.
Penyintas juga mengutuk upaya-upaya membersihkan riwayat kekejaman Marcos di media-media sosial Filipina.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.