YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengaku khawatir dengan laporan bahwa Rusia hendak mengadili secara khusus tawanan perang Ukraina di Mariupol dari balik kerangkeng.
Menurut laporan BBC, Selasa (23/8/2022), Ravina Shamdasani, juru bicara OHCHR, menyatakan bahwa terdapat bukti pembangunan kerangkeng logam di Aula Konser Mariupol, diduga untuk “menahan tawanan perang (Ukraina) selama persidangan.”
Belakangan, foto-foto pembangunan kerangkeng untuk pengadilan kejahatan perang terhadap tawanan perang Ukraina beredar di media sosial. Kerangkeng itu dikhawatirkan akan digunakan untuk menyidang personel militer Ukraina yang ditawan.
Persidangan seperti demikian disebut termasuk perlakuan sewenang-wenang terhadap tawanan. Sebelumnya, Moskow telah membantah kabar bahwa pihaknya memperlakukan tawanan secara tidak adil dan tidak manusiawi.
Dewan Kota Mariupol, melalui kanal Telegram-nya, merilis foto-foto pembangunan kerangkeng Rusia pada 6 Agustus silam. BBC memverifikasi bahwa interior dalam foto itu sesuai dengan Aula Konser Mariupol.
Baca Juga: Malangnya Mariupol, Terancam Wabah Kolera Usai Hancur karena Serangan Rusia
Dinas intelijen Ukraina menduga Rusia hendak mengadili secara khusus tawanan perang yang mempertahankan Mariupol hingga jatuh pada akhir Mei lalu.
Wali Kota Mariupol versi Ukraina, Vadym Boychenko, mendesak komunitas internasional segera bertindak atas dugaan pembangunan kerangkeng demi pengadilan khusus ini.
“Saya meminta komunitas internasional, PBB dan Palang Merah untuk mengintervensi situasi ini sehingga aturan tentang perlakuan terhadap tawanan diberlakukan,” kata Boychenko dalam rilis Dewa Kota Mariupol via Telegram.
“Kita harus melakukan apa pun untuk memastikan bahwa para pejuang kita kembali ke Ukraina hidup-hidup dan menghindari (peristiwa) Olenivka kedua di Mariupol,” lanjutnya.
Perisiwa Olenivka yang dirujuk Boychenko adalah ledakan di penjara yang menampung tawanan perang Ukraina di Olenivka, Oblast (daerah setingkat provinsi) Donetsk, timur Ukraina pada 29 Juli silam.
Peristiwa ini menewaskan lebih dari 53 tawanan perang Ukraina. Moskow dan Kiev saling tuduh tentang dalang serangan tersebut.
Sementara itu, Shamdasani menyatakan bahwa dugaan rencana Rusia untuk menggelar pengadilan khusus dengan kerangkeng “tidak bisa diterima” dan “memalukan.” Ia menyebut pengadilan seperti itu sama saja kejahatan perang.
“Kami ingat bahwa hukum kemanusiaan internasional melarang penggelaran pengadilan hanya untuk menghakimi tawanan perang dan bahwa kesengajaan untuk merampas hak-hak tawanan perang mendapatkan pengadilan reguler yang adil sama saja dengan kejahatan perang,” kata Shamdasani.
Ia mengaku khawatir tawanan perang Ukraina akan disidang secara tak adil dalam pengadilan khusus Rusia.
Lebih lanjut, Shamdasani mengkritik langkah Rusia menolak akses lembaga pemonitor independent seperti PBB dan Palang Merah Internasional untuk menginspeksi kondisi tawanan perang Ukraina.
Baca Juga: Enam Bulan Perang Rusia-Ukraina, AS Kirimkan Bantuan Senilai 3 Miliar Dollar AS
Sumber : Kompas TV/BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.