SANAA, KOMPAS.TV — Pasukan Yaman yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) menguasai ladang minyak dan gas yang vital dan strategis di Yaman selatan setelah hampir seminggu terlibat bentrokan sengit dengan saingan mereka, yang setia kepada pemerintah yang diakui secara internasional.
Demikian diungkapkan pejabat dan pemimpin suku, Senin (22/8/2022), seperti dilaporkan Associated Press.
Bentrokan itu mengadu Brigade Raksasa yang didukung UEA dan Pasukan Pertahanan Shabwa di satu sisi dan polisi paramiliter yang dikenal sebagai Pasukan Keamanan Khusus di sisi lain.
Pertempuran meletus awal bulan ini ketika polisi Shabwa dan komandan militer dipecat atas dugaan sentimen anti-Emirat dan hubungan dengan kelompok Ikhwanul Muslimin.
Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, mendukung langkah tersebut.
Perebutan ladang minyak berkemungkinan akan mengkonsolidasikan cengkeraman pasukan selatan yang didukung UEA yang berusaha membangun kembali negara mereka sendiri di bagian selatan Yaman.
Itu juga bisa melemahkan aliansi yang lebih luas di Yaman yang berperang melawan pemberontak Houthi yang didukung Iran.
Milisi yang didukung UEA juga merebut ibu kota provinsi Shabwa, Ataq, beberapa hari yang lalu, kata pejabat urusan keamanan dan perminyakan.
Baca Juga: Pasukan Yaman Baku Tembak Artileri, Bunuh 35 Rekan Sendiri
Para pejabat berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk menyampaikan informasi kepada wartawan.
Brigade Raksasa dan Pasukan Pertahanan Shabwa adalah bagian dari Dewan Transisi Selatan, sekutu UEA di lapangan, pilar lain dari koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang memerangi Houthi sejak 2015.
Dewan tersebut, yang hampir mengendalikan sebagian besar bagian selatan Yaman, berulang kali mendorong untuk membagi negara itu menjadi dua seperti dari tahun 1967 hingga 1990.
Perang saudara Yaman meletus pada tahun 2014, ketika Houthi turun dari kantong utara mereka dan mengambil alih ibu kota, Sanaa, memaksa pemerintah untuk melarikan diri dan akhirnya ke pengasingan di Arab Saudi.
Koalisi yang dipimpin Saudi, yang saat itu didukung Amerika Serikat, memasuki perang pada awal 2015 untuk mencoba mengembalikan pemerintah ke tampuk kekuasaan.
Sejak itu, konflik berubah menjadi perang proksi antara musuh regional Arab Saudi dan Iran, yang mendukung kelompok Houthi.
Perang juga memecah Yaman di sepanjang garis suku, regional dan politik.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.