MOSKOW, KOMPAS.TV - Duta Besar China untuk Federasi Rusia Zhang Hanhui menyatakan bahwa ada 13 negara yang tertarik gabung BRICS. Ia menyebut negara-negara itu menawarkan ide-ide strategis dan menjanjikan untuk kelompok ekonomi tersebut.
BRICS merupakan akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa), lima negara anggota forum itu.
“Tidak hanya para pemimpin dari lima (negara) BRICS berpartisipasi dalam tiga agenda BRICS+, tetapi juga pemimpin dari 13 negara berkembang lain,” kata Zhang kepada TASS, Sabtu (20/8/2022).
“Dengan memfokuskan pada isu-isu seperti pengembangan mekanisme BRICS, pemerintahan global, perjuangan bersama lawan pandemi dan pemulihan ekonomi, para partisipan mencapai sejumlah hasil inovatif dan penting secara institusional dan mengajukan ide-ide strategis dan menjanjikan untuk mengatasi tantangan-tantangan urgen yang dihadapi umat manusia dan perkembangan masa depan BRICS,” lanjutnya.
Baca Juga: Drone Ukraina Serang Markas Angkatan Laut Rusia di Krimea, Moskow Klaim Tak Ada Korban
Pada Juni 2022 lalu, Argentina dan Iran dilaporkan telah mendaftar secara resmi ke dalam BRICS.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut dua negara itu adalah kandidat pantas untuk BRICS dan proses persiapan untuk memperluas organisasi ini telah dimulai.
BRICS adalah organisasi antarpemerintahan yang dibentuk sejak 2006, menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) pertama pada 2009. Anggota BRICS adalah negara-negara emerging market berpengaruh dengan GDP mencapai 23,2% dari total GDP global per 2018.
Ramzy Baroud, jurnalis Amerika-Palestina, menyebut perkembangan BRICS membuatnya memandang diri menjadi saingan langsung G7. Kelompok G7 sendiri adalah organisasi antarpemerintahan negara-negara Barat.
G7 beranggotakan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris Raya, Amerika Serikat, plus Uni Eropa.
Dalam tulisan di Opini Gulf News, Baroud menyebut aksesi Argentina dan Iran menunjukkan penjelamaan BRICS menjadi entitas geopolitik untuk menyaingi pengaruh Barat di pentas global.
“Ketika NATO terus berjuang untuk relevansinya sendiri, Rusia, China, dan negara lain akan berinvestasi di berbagai infrastruktur ekonomi, politik, dan bahkan militer dengan harapan membuat suatu perimbangan yang permanen dan berkelanjutan atas dominasi Barat. Hasil konflik ini kemungkinan akan membentuk masa depan umat manusia,” tulis Baroud.
Baca Juga: Jadi Bahan Gibah Para Pemimpin G7, Putin Sarankan Jauhi Alkohol agar Atletis seperti Dirinya
Sumber : Kompas TV/TASS
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.